Nunukan

Perayaan Imlek Masih Berlangsung Sederhana

Sauling : “Hanya dengan lingkungan keluarga terdekat,”

NUNUKAN – Berkumpul keluarga, makan bersama dan berdoa untuk keberkahan sepanjang tahun, menjadi semacam kebiasaan ‘wajib’ bagi warga keturunan Tionghoa dalam setiap menyambut Tahun Baru Imlek.

Tidak terkecuali Vilyani (34), warga yang tinggal di Jl. Pahlawan, Kelurahan Nunukan Barat, Kabupaten Nunukan ini juga menerapkan tradisi turun temurun tersebut di lingkungan keluarganya sebagai warga keturunan Tionghoa.

“Itu sudah menjadi kebiasaan setiap Imlek. Menjadi momen berkumpulnya anggota keluarga, makan bersama dan berdoa bersama juga untuk keberkahan dan kebahagiaan di sepanjang tahun,” kata ibu dua anak yang terlahir dengan nama Sauling ini.

Terkait kebiasaan makan bersama tadi, Imlek tahun 2022 kali ini, istri dari Tony Irawan tersebut, antara lain menyiapkan hidangan dengan menu masakan khas Cina, diantaranya Ayam Kampung Rebus, Mie Goreng Soa, dan Capcay. Dilengkapi dengan buah-buahan seperti Jeruk Bali dan dan jeruk Cina.

Menariknya, beradaptasi dengan kebiasaan masyarakat setempat, kali ini Sauling juga menghidangkan masakan Buras. Menurut dia, variasi makanan yang satu ini sudah cukup populer di tengah masyarakat. Tidak saja pada masyarakat setempat tapi juga di kalangan orang-orang Tionghoa.

Tradisi menarik lainnya dalam setiap perayaan Imlek tentu saja berbagi Ang Pao. Sejumlah uang yang dimasukkan dalam amplop berwarna merah (Hungbao) untuk dibagikan kepada para kerabat terutama anak-anak atau yang belum menikah sebagai kado Imlek.

Menurut Sauling, makna dibalik pemberian uang Ang Pao itu, selain memperkenalkan atau mempertahankan tradisi juga mendidik anak-anak untuk berperilaku bijak dalam hal keuangan.

“Anak-anak diajarkan untuk menabung uang yang didapat dari kado Imlek. Konsep memperkenalkan uang terhadap anak-anak tersebut dapat memberikan banyak pelajaran baru hingga dirinya dewasa,” terangnya.

Satu tradisi unik lainnya dalam perayaan Imlek adalah menyediakan Kue Keranjang. Kue yang diproduksi hanya sekali dalam setahun ini menurut Sauling, memiliki makna yang sangat sakral dengan keberkahan atau keberuntungan yang melambangkan kemakmuran.

“Tapi jangan salah. Kue Keranjang ini umumnya tidak dimakan pada saat imlek tapi menunggu sampai beberapa hari saat berlangsungnya Cap Go Meh,” terangnya.

Kendati beragama Kristen, sebagai warga keturunan Tionghoa, Sauling dan keluarganya memang rutin merayakan Imlek setiap tahun. Karena menurutnya perayaan Imlek lebih sebagai tradisi ucapan rasa syukur atas kenikmatan rezeki dan keberuntungan yang diperoleh.

Beberapa tahun terakhir, Sauling merasa perayaan Imlek terasa lebih sepi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dimaklumi mengingat kondisi saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19 dan adanya kebijakan-kebijakan pembatasan terhadap aktivitas masyarakat.

“Biasanya kita open house dan menerima banyak tamu. Tapi dalam situasi pandemi, dua tahun terakhir ini kami rayakan secara terbatas. Berkumpul bersama kerabat keluarga terdekat,” terangnya. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button