Nunukan

Wakasek Mengaku Pengawasan di Asrama Sekolah Ketat

NUNUKAN – Pengawas Pembina Asrama pada sekolah tempat siswa yang mengalami kasus pelecehan seksual oleh ibu angkatnya, memastikan aturan yang berlaku pada asrama tersebut diterapkan secara ketat.

Begitu dikatakan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan pada Sekolah dimaksud. Kita sebut saja namanya, Lestari.

Setiap siswa penghuni asrama yang ingin melakukan kegiatan di luar asrama, menurut Lestari, baru mendapat izin jika segala prosedur persyaratannya telah terpenuhi. Pembina juga akan menelusuri dan memastikan tempat yang akan dituju siswanya.

Termasuk jika ingin mengikuti kegiatan ibadah di luar asrama, maka harus ada pemuka agama atau utusan dari tempat ibadah yang datang menemui pembina asrama untuk proses izinnya.

Demikian juga jika ada siswa yang izin untuk mengikuti acara keluarga, maka pihak dari keluarga siswa bersangkutan harus datang langsung ke asrama untuk menemui pembinanya.

Menurut Lestari, di asrama sekolah mereka terdapat 33 siswa penghuni asrama putri dan 20 orang lebih siswa pada asrama putra.

“Asrama dibangun untuk para siswa-siswi anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia yang mengikuti program beasiswa repatriasi melanjutkan pendidikan di Indonesia ke jenjang Sekolah Menengah Atas,” terangnya.

Tersedia dua orang pembina asrama yang juga merupakan guru dari sekolah. Guru perempuan sebagai pembina di asrama putri dan Guru laki-laki untuk pembina di asrama pria.

Masih seperti yang dituturkan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan ini, begitu pedulinya pihak sekolah terhadap pembinaan kerohanian untuk siswa penghuni asrama, mereka menghadirkan pembina agama dari luar untuk melaksanakan ibadah atau diskusi keagamaan bersama di aula asrama.

Pada kesempatan tertentu jadwal refreshing, biasanya dilakukan hari Sabtu, siswa diajak keluar asrama mengunjungi ke tempat-tempat rekreasi didampingi pembina asrama.

“Jika urusan pribadi, pembina terlebih dahulu memastikan yang datang menjemput ke asrama mengajukan izin kepada pembina dengan mengisi buku registrasi. Mencantumkan nomor telepon, memastikan tempat yang akan dituju dan menjelaskan keperluannya,” kata Lestari lagi.

Kendati telah merinci ketatnya ketentuan yang diterapkan di asrama sekolah, namun Lestari enggan memberikan alasan sehingga bisa terjadi ‘insiden’ pelecehan seksual yang dialami seorang siswa mereka di luar asrama, oleh pelaku yang mengaku sebagai ibu angkat korban.

Penjelasan terkait hal itu justru diperoleh dari Ketua Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Benuanta Kaltara, Fanny Sumajouw berdasar hasil investigasi yang telah dilakukan kepada pihak sekolah.

Menurut Fanny, kasus tersebut bisa terjadi karena pelaku yang mengaku sebagai ibu angkat korban datang sendiri ke sekolah untuk menjemput korban beralasan kegiatan ibadah.

“Bahkan, sesekali pelaku (SR) juga datang ke asrama didampingi pemuka agama yang dikatakannya sebagai pemberi pendidikan kerohanian,” terang Fanny. (INNA/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button