Nunukan

Kebijakan Terbaru Pemerintah Daerah Dianggap Bukan Solusi

Kuota LPG 3 Kilogram Yang Harus Dipenuhi Sesuai Kebutuhan

Foto : Wakil Ketua I DPRD Nunukan Saleh, SE bersama Anggota Fraksi Demokrat Robinson Totong

NUNUKAN – Kebijakan terbaru Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan yang disebut-sebut sebagai solusi mengatasi carut marutnya pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram di Nunukan menuai pro dan kontra dari berbagai pihak dan ramai dibicarakan di salah satu laman media sosial. Ada yang menyambut langkah tersebut secara positif namun tidak sedikit justru berpendapat sebaliknya.

Misal yang dikatakan pemilik akun Facebook Emil Leo Sidik menilai persoalan LPG 3 kilogram yang terjadi di daerah ini akibat Pemerintah Daerah tidak dapat mampu memenuhi kuota ketersediaannya.

“Kelemahan dinas teknis, tidak bisa menekan dan menertibkan pengusaha penyuplainya. Padahal kewajiban pemerintah adalah menyiapkannya untuk masyarakat karena merupakan barang subsidi,” tulis Emil Leo Sidik dalam komentar box di postingan akun jejaring sosial diksipro.com.

Akibat ketidak mampuan tersebut, lanjut Emil masyarakat dibuat susah karena kesulitan untuk mendapatkannya. Senada dengan Emil, setidaknya ada 39 komentar aktif pada akun sosial media ini yang memberikan komentar kontra terhadap kebijakan pemerintah daerah tersebut.

Tak kurang, Wakil Ketua I DPRD Nunukan, Saleh ikut juga memberikan tanggapannya. Saleh meminta kepada stakeholder terkait untuk benar-benar memikirkan apakah penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) maupun slip gaji diperlukan dalam penyaluran LPG 3 kilogram tersebut. Dia berkomentar, di tengah kondisi Covid-19 saat ini semua lapisan masyarakat ikut terdampak secara ekonomi.

“Kalau menurut saya, jangan terlalu menyulitkan lagi. Ini akan jadi polemik baru. Dan tidak menutup kemungkinan akan di hearing-kan lagi di DPRD,” ujar Saleh saat diwawancarai diruang kerjanya.

Demikian juga pendapat anggota DPRD Nunukan lainnya, Robinson Totong. Selain menilai kebijakan pemerintah tersebut bukan sebagai solusi, politisi dari Fraksi Demokrat ini justru mempertanyakan kemampuan pemerintah daerah setempat memenuhi ketersediaan barang tersebut apakah sudah memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Persoalan sebenarnya adalah apakah kuotanya sudah memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak. Bukan malah aturan atau persyaratan kepada masyarakat untuk mendapatkannya yang dibolak-balik,” kata Robinson.

Menggunakan persyaratan SKTM sekalipun, kata Robinson lagi, apabila ketersediaanya tidak cukup tetap saja menjadi polemik. Sehingga kebijakan persyaratan menggunakan SKTM apalagi menyertakan slip gaji calon pembeli adalah ketentuan yang berlebihan.

Seperti diberitakan sebelumnya, terhitung sejak 1 Maret 2021 pemerintah daerah melakukan pengetatan terhadap pembelian LPG tabung 3 kilogram oleh masyarakat.
Untuk mendapatkan barang kebutuhan rumah tangga tersebut konsumen ‘diikat’ dengan aturan baru yang disyaratkan, harus memperlihatkan SKTM, KTP, KK dan slip gaji berpenghasilan paling besar Rp 1,5 juta. Padahal sebelumnya untuk mendapatkan LPG 3 kilogram tersebut masyarakat calon pembeli cukup memperlihatkan KTP atau KK. (DIA/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button