KaltaraNunukan

Jalan Lingkar Semakin Kumuh dan Marak Pengerusakan Mangrove

Edy : “Kewenangan penertibannya ada di provinsi,”

NUNUKAN – Salah satu pusat keramaian di Nunukan, terutama pada sore hari adalah kawasan Jalan Lingkar. Selain menjadi salah tujuan wisata rekreasi di tempat itu juga terjadi pergerakan perekonomian masyarakat lantaran keberadaan sejumlah pedagang, mulai dari usaha kuliner, thrift shop, pedagang sembako hingga wisata permainan anak.

Namun seiring dengan kondisi positif tersebut, dampak lain yang muncul, keberadaan sejumlah bangunan liar yang membuat Jalan Lingkar menjadi salah satu lokasi kumuh di Nunukan. Keprihatinan lainnya, praktik penebangan pohon kayu bakau (mangrove) juga kian marak. Baik oleh pelaku yang membuka bangunan untuk tempat berjualan maupun petani rumput laut yang mendirikan tempat penjemuran.

Dituturkan kondisi tersebut, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nunukan, Edy, mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi tersebut.
Menurut dia, Satpol PP Nunukan tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penertiban di Jalan Lingkar Nunukan lantaran fasilitas tersebut merupakan aset Provinsi Kalimantan Utara. Sehingga kewenangan penanganannya juga ada pada Pemerintah Provinsi.

“Salah satu Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Pamong Praja, mengamankan aset daerah. Jika objeknya berada di bawah kewenangan provinsi maka kewenangan penertibannya juga ada pada Pamong Praja Provinsi,” tegas Edy, Rabu (5/10/2022).

Namun demikian, kata Edy lagi, Satpol PP Kabupaten Nunukan tidak juga sama sekali menutup mata. Karena, bagaimanapun, keberadaan lokasi tersebut berada di wilayah Kabupaten Nunukan.

“Yang dapat kami lakukan hanya pencegahan. Misalnya, menempatkan sejumlah plang berisi informasi larangan penebangan mangrove termasuk konsekuensi hukumnya. Namun, peringatan tersebut sama sekali tidak diindahkan,” ungkap Edy.

Seiringan waktu semakin bertumbuh, karena penertiban yang harus dilakukan bukan menjadi kewenangan daerah, masih menurut Edy, pihaknya pernah mengundang Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Provinsi Kalimantan Utara selaku pengelola aset tersebut guna menjelaskan permasalahan yang terjadi.

Karena pertimbangan banyaknya pedagang di bahu jalan tersebut, tidak bisa serta merta begitu saja dilakukan relokasi karena lokasi tersebut dapat dilihat sebagai tempat pertumbuhan ekonomi masyarakat.

“Hal tersebut diharapkan menjadi sebuah pertimbangan saat sebuah keputusan diambil untuk suatu kebijakan. Kami masih menunggu , bagaimana konsep dari DPU Provinsi menyikapi permasalahan tersebut,” ujar Edy.

Selain itu, lanjutnya, dibutuhkan sinergitas antara berbagai pihak untuk mendapatkan solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Jalan Lingkar tersebut. Dipastikan, pihaknya terus membangun koordinasi dengan semua pihak. Karena bagaimanapun, beberapa aktivitas yang ada di lokasi tersebut tidak bisa diperkenankan.

Jika mengacu Undang-Undang Angkutan Jalan, terangnya, Perda Kabupaten Nunukan sudah menegaskan larangan terhadap masyarakat melakukan penjualan di tepi jalan umum dan di ruang terbuka. Maka dalam ketentuannya, hal itu tercantum sebagai pelanggaran Perda nomor 5 tahun 2017 tentang trantib. Pidana yang bisa dikenakan, kurungan selama 3 bulan atau denda 50 juta.

“Aturan tersebut tentunya menjadi pedoman untuk membuat suatu pemikiran dalam menentukan kebijakan dan harus melibatkan beberapa institusi terkait,” ujarnya.

Hasil identifikasi Satpol PP Nunukan, terdata sebanyak 150 pedagang yang saat ini berada di lokasi Jalan Lingkar. Dilakukan juga pendataan sudah berapa lama berjualan di tempat itu, apa yang dijual, dimana alamat atau domisili tetap pedagang.

Pendataan yang dilakukan bersinergi dengan pihak kecamatan dan RT setempat tersebut menurut Edy sebagai langkah awal yang dilakukan Satpol PP jika akan digelar rapat kordinasi terkait penanganan yang akan dilakukan. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button