KaltaraNunukan

UPTD KPH Harapkan Kolaborasi Pemkab Nunukan Untuk Menjaga Hutan

NUNUKAN – Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Nunukan, Roy Leonard Agus, S.Hut berharap adanya kolaborasi dengan Pemerintah Daerah Nunukan terkait upaya untuk menjaga kelestarian hutan di daerah ini.

Walaupun tupoksinya menjadi kewenangan provinsi, menurut Roy, sangat dibutuhkan kebersamaan untuk menjaga kelestarian hutan dimaksud, mengingat masyarakat yang ada di hutan lindung itu merupakan masyarakat Nunukan juga.

Ditanyakan apa persoalan krusial yang terjadi di hutan lindung Nunukan dan kolaborasi seperti apa yang diharapkan sehingga membutuhkan kepedulian Pemerintah Daerah untuk turut mengawasinya.

Kepala UPTD KPH Nunukan ini ternyata tidak langsung memberikan jawaban lugas. Sebaliknya malah mengatakan saat ini pihaknya sedang menginventarisir dan mengumpulkan data terkait permasalahan yang ada di dalam kawasan hutan lindung.

“Selanjutnya nanti bersama-sama Pemda dapat mencarikan solusinya,” kata Roy.

Lebih lanjut dijelaskan, di Kabupaten Nunukan terdapat 3 Unit KPH dengan masing-masing luasannya yang menjadi wilayah pengawasan mereka adalah Unit 3 KPH Nunukan (lebih kurang 170 ribu Ha), Unit 4 KPH Sebatik (lebih kurang 400 Ha) dan Unit 1 KPH Krayan dengan luasan lebih kurang 45 ribu Ha.

Dalam menjaga keamanan dan kelestarian hutan, UPTD KPH menerapkan dua cara pengawasan. Yang pertama, malalui Program Patroli Perlindungan Hutan dan yang kedua adalah Program Perhutanan Sosial.

“Untuk Sebatik dan Nunukan, penanganannya lebih kurang sama. UPTD KPH Nunukan melaksanakan kegiatan Patroli Pengamanan Hutan dan Patroli Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla),” ucap Roy.

Sedangkan untuk Unit I Krayan, saat ini mereka sedang merampungkan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) yang menjadi pedoman dalam melaksanakan pengelolaan hutan di Krayan.

“Pada akhir tahun 2021 kita sudah menyelesaikan Inventarisasi hutan dan Sosial Ekonomi masyarakat di sana sebagai data dasar penyusunan RPHJP,” terangnya.

Pada tahun 2022, setelah merampungkan tata hutannya, akan dilakukan konsultasi publik. Tujuannya, guna memperoleh masukan dari berbagai pihak, sebelum dokumennya dikirim ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dilakukan penilaian dan pengesahan.

Sedangkan untuk program Perhutanan Sosial, pemerintah memberikan hak kelola kepada masyarakat yang keterlanjuran berada di dalam kawasan hutan lindung.

“Agar legalitas izin Perhutanan Sosial dapat diberikan kepada masyarakat untuk mengelolanya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang,” terang Roy.

Hutan lindung di Pulau Nunukan memiliki 2 izin. Masing-masing izin Hutan Kemasyarakatan (HKm) Floresta dan Hutan Desa Binusan melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa serta 1 izin lagi di Pulau Sebatik.

Aplikasinya, dalam setiap tahunnya, masyarakat pengelola hutan yang membentuk kelompok-kelompok membuat rencana kegiatan. Kegiatan yang diinginkan tentunya mengacu pada ketentuan menjaga kelestarian hutan.

Melalui kelompok yang beranggotakan minimal 15 orang tersebut, selain untuk menjaga kelestarian hutan, kegiatan masyarakat tersebut tentu saja harus memberi manfaat terhadap anggota kelompok masing-masing.

Misalnya, berkebun tanaman Jagung, Kopi, tanaman buah-buahan atau tanaman pohon yang dapat dimanfaatkan hasilnya.

Ketentuan keberadaan hutan sebesar 30 persen sesuai Undang-Undang Cipta Kerja, menurut Roy sudah tidak dipersyaratkan lagi. Karena wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama kawasan hutannya.

Misalnya antara Pulau Jawa dengan Pulau Kalimantan, jika ketentuan 30 persen hutan itu diberlakukan, kawasan hutan Pulau Jawa tentu tidak memenuhi aspek persyaratan. Sedangkan pada Pulau Kalimantan, 70 persen di antara kawasannya masih berupa hutan. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button