FeatureNunukan

Pernah Putus Sekolah dan Kerja Kuli Bangunan

Dedy Kamsidi, S.H.,C.Me, Perkenalkan Dua Figur Berpengaruh Pada Karirnya

Nama Dedy Kamsidi, S.H.,C.Me selaku praktisi hukum dengan profesi sebagai Pengacara, melakukan pendampingan penanganan permasalahan hukum, tidak dipungkiri semakin dikenal luas di tengah masyarakat di daerah ini.

Apalagi pada praktik tugasnya selaku kuasa hukum beberapa waktu belakangan, dominan membuahkan hasil, diperolehnya hak dan rasa keadilan yang semestinya -memang- harus didapatkan oleh klien yang dia dampingi.

Eksistensi profesi pria kelahiran Sebatik, 24 Desember 1991 selaku Pengacara dibarengi popularitas nama yang semakin familir tersebut semakin diperkokoh menyusul keberadaan Kantor Hukum Ambalat Kaltara Justicia di Sebatik yang didirikan Dedy Kamsidi dan launchingnya resmi digelar pada Senin 3 Juni 2024.

Dipastikan, Ambalat Kaltara Justicia ini merupakan yang pertama dan tentu saja saat ini menjadi satu-satunya kantor advokat resmi yang memberikan layanan penanganan serta edukasi pada bidang hukum di wilayah pulau terdekat dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia ini.

Tapi, mungkin banyak yang belum tahu. Dibalik sukses karir sejauh yang telah dia capai hingga saat ini, ada masa lalu cukup kelam dalam kehidupan yang pernah dijalaini sang pengacara muda ini.

Suatu takdir yang tidak bisa dihindari mengharuskan kedua orang tuanya terpaksa berpisah. Dedy Kamsidi selaku putra sulung namun masih tergolong anak-anak ditambah empat orang adiknya yang juga masih kecil-kecil terpaksa hidup terpisah-pisah lantaran kondisi ekonomi ibunya, Murniati, saat itu cukup sulit untuk membiayai kelima anaknya.

“Saya bersama ibu ikut menumpang di rumah nenek. Adik empat orang dibagi-bagi ikut dengan saudara-saudara ibu yang lainnya,” cerita Dedy mengenang masa lalunya.

Untuk dapat bertahan hidup layak sehari-hari, sumber keuangan diperoleh dari aktifitas ibu dan neneknya membuat kue lalu Dedy yang menjajakannya. Pada kondisi seperti itulah Dedy melihat figur ibunya sebagai sosok perempuan dan orang tua tunggal yang dituntut berjuang dengan kerja kerasnya, sebisa mungkin dapat menghidupi keluarga dan bagaimana Dedy sebagai anak tertua bisa tetap bersekolah, digadang-gadang kelak bakal menjadi tulang punggung keluarga.

“Penghasilan dari berjualan kue tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan kami sehari-hari. Ibu ternyata tidak mampu membayar uang sekolah saya. Tidak bisa dihindari, saya diputuskan untuk berhenti dari sekolah. Terpaksa mengubur dalam cita-cita masa depan yang sempat saya impikan,” katanya.

Suniman Latasi, salah seorang warga Sebatik yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Yayasan Islam Indonesia di Pulau Sebatik, tempat Dedy Kamsidi dulu bersekolah. Perhatiannya mengarah kepada salah seorang siswa kelas I di sekolah yang dia pimpin, tidak lain adalah Dedy Kamsidi, telah beberapa hari tidak terlihat hadir di sekolah.

Mengunjungi rumah sederhana tempat Dedy bersama ibu dan neneknya tinggal untuk menanyakan kabar pelajar di sekolahnya tersebut, Suniman mendapat penjelasan, Dedy terpaksa harus berhenti karena kondisi ekonomi keluarga yang sulit. Sangat memahami pendidikan adalah penting, Murniati berterus terang mengakui dirinya sudah tidak mampu membayar biaya sekolah anaknya.

“Mendapat penjelasan demikian, pak Suniman meminta saya kembali masuk sekolah. Beliau yang akan membayarkan biaya serta keperluan lain pendidikan yang harus saya lanjutkan,” terang Dedy.

Tidak sebatas di bangku sekolah tingkat MTs, karena kondisi keuangan keluarga yang belum kunjung membaik, biaya Pendidikan Dedy hingga memasuki jenjang pendidikan Madrasah Aliyah (MA) juga masih dibantu Suniman Latasi.

Dari beberapa sumber diperoleh juga cerita, kepedulian terhadap siswa yang terancam putus sekolah karena alasan ekonomi keluarganya, tidak semata-mata dilakukan Suniman terhadap Dedy Kamsidi saja. Setidaknya, ada dua nama yang saat ini diketahui berkarir cukup sukses di Nunukan, Basran (salah seorang Dosen di Politeknik Negeri Nunukan) dan Hamsing (Anggota DPRD Kabupaten Nunukan), pada masanya dulu merupakan dua pelajar di Sebatik yang berhasil digagalkan Suniman Latasi meninggalkan bangku sekolah karena alasan ekonomi keluarga.

Dedy sendiri mengaku tidak ingin begitu saja berpangku tangan menerima uluran tangan bantuan biaya sekolah dari Suniman Latasi. Ketika jenjang pendidikannya memasuli tingkat MA, Dedy remaja nyambi berbagai pekerjaan serabutan demi mendapatkan tambahan uang untuk biaya sekolah sekaligus dapat membantu ekonomi kelurganya.

Di luar jam sekolah, dirinya mencari-cari pekerjaan yang bisa memberikan penghasilan. Pernah ikut bekerja dengan tetangga sebagai nelayan dan juga merasakan getirnya sebagai pekerja kuli bangunan.

“Siang hari saya sekolah, malam hari ikut bekerja bangunan. Apapun pekerjaan halal saat itu saya lakoni untuk bisa mendapatkan uang,” kata Dedy.

Jika hari ini Dedy Kamsidi dikenal sebagai salah seorang advokat muda berpotensi, alumnus Fakultas Hukum Universitas Janabadra Jogjakarta Angkatan 2011 yang menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2015 ini memulai karirnya dengan bekerja selama 4 tahun sebagai konsultan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pandawa dan pernah bekerja pada Notaris dan PPAT sebelum melakoni profesinya sebagai advokat pada tahun tahun 2021. Semuanya berlangsung di ‘Kota Gudeg’ Jogjakarta. Hingga kemudian memutuskan kembali ke Sebatik untuk mengabdikan diri pada daerah dan kampung halamannya.

Di tengah suasana bahagia saat saat meresmikan Kantor Hukum Ambalat Kaltara Justicia yang dia dirikan, Dedy Kamsidi secara istimewa sengaja mengahadirkan Murniati dan Suniman Latasi untuk diperkenalkannya kepada undangan yang hadir sebagai sosok yang paling berperan dalam perjalanan hidup dan karir yang dirintisnya. (ADV)

Komentar

Related Articles

Back to top button