Tarakan

Ratusan Buruh Subkon PT. PRI Unjuk Rasa ke DPRD Tarakan

Keluhkan Kesewenangan Perusanaan Tempat Bekerja

TARAKAN – Merasa hak yang harus didapatkan terabaikan, ratusan pekerja dari beberapa sub kontraktor PT Phoenix Resource Internasional (PRI) menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor DPRD Kota Tarakan, Kamis (12/10/2023).

Dalam aksi tersebut, beberapa aspirasi yang menjadi keluhan terhadap Perusahaan tempat bekerja, adalah tentang kontrak kerja yang tidak jelas, jam kerja melebihi ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan, pemecatan sepihak hingga teerkait mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang diduga melanggar aturan.

Sabran selaku perwakilan dari para pekerja menjelaskan bahwaa aksi yang mereka lakukan, hanya menuntut hak sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku tentang hak karyawan.

“Pihak perusahaan sering semena-mena melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap warga lokal Tarakan lalu menggantikannya dengan pekerja yang berasal dari luar daerah bahkan dar luar negeri,” kata Sabran.

Jika hal tersebut terus terjadi, lanjut dia, maka akan menambah pengangguran di Kota Tarakan. Sedangkan berdirinya perusahaan ini antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Tarakan.

Banyaknya tenaga kerja asing yang didatangkan dari Tiongkok, lanjut Sabran, ternyata tidak dipekerjakan pada bagian teknis yang tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja lokal, seperti ketentuan yang berlaku.

Pada pekerjaan pembangunan pabrik kertas, misalnya, perusahaan banyak mempekerjakan tenaga asing asal Tiongkok sebagai helper yang sebenarnya tidak dibekali pengetahuan atau pengalaman untuk pekerjaannya.

“Justru kami yang merupakan tenaga kerja lokal yang mengajarkan TKA asal Tiongkok tersebut cara kerja,” terang Sabran

Perwakilan pekerja lainnya, Junaidi, menambahkan terkait tuntutan mereka terhadap kontrak kerja yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Demikian juga dengan jam kerja yang terlalu panjang namun upah karyawan dibawah UMK dan tidak dibayarnya uang lembur sesuai dengan UU ketenagakerjaan berlaku.

“Kami sangat prihatin dengan kerapnya dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap tenaga kerja lokal yang nantinya akan berakibat buruk juga terhadap daerah karen meningkatnya angka pengangguran,” kata Junaidi.

Tidak sesuainya aturan jam kerja dengan ketentuan yang semestinya, terjadi terhadap tenaga kerja harian lepas atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Berdasar aturan mestiny mereka bekerja selama 8 jam kerja sehari. Namun pada kontrak kerja yang dibuat Perusahaan jam kerja tersebut diberlakukan sejak Pk. 06.30 hingga Pk 18.00.

“Sedangkan upah yang dibayarkan dihitung upah harian untuk pekerja dengan perjanjian bukan tenaga harian. Seharusnya, upah yang diterima pekarja harus disesuaikan dengan UMK jika dikaitkan dengan status PKWT,” terangnya.

Ditambahkan Junaidi, mereka menolak terhadap kontrak kerja yang dibuat oleh Perusahaan karena melihat antara PKWT dan tenaga kerja harian lepas dicampuradukkan jadi satu. Namu nada Sebagian diantara pekerja sudah ada yang terlanjur menandatanganinya. Sehingga terpaksa melakukan pekerjaan dengan keadaan terpaksa karena tidak bisa menuntut akibat dinilai sudah menyetujuinya.

Karenanya, ratusan para pelaku aksi unjuk rasa dami ini meminta bantuan ke DPRD Tarakan dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Tarakan untuk memfasilitasi sebagai penengah. Hasil dari pertemuan saat iitu, DPRD meminta jeda waktu selama satu minggu kedepan untuk melakukan pertemua berikutnya dengan agenda solusi yang akan ditawarkan Wakil Rakyat kota Tarakan terhadap permasalahan tersebut.

Jika tuntutan yang disampaikan tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan, maka mereka meminta Pemerintah Daerah harus menegakkan aturan pemerintah no 35 pasal 6 ayat I.

“Dan jika DPRD Kota Tarakan juga tidak dapat menyelesaikan masalah ini, maka akan kami membawa persoalannya hinga ke DPRD Provinsi Kalimantan Utara hingga pada Pemerintah Pusat,” terangnya. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button