NUNUKAN – Kendati pelaku utama pembunuhan terhadap putri mereka dijatuhi vonis mati oleh Majelis Hakim, namun kedua orang tua korban, pasangan Alimuddin (69) dan Sariwanti (46) mengaku tidak puas dengan hasil keputusan pada sidang yang digelar di Pengadilan negeri (PN) Nunukan, Selasa (8/8/2023). Bahkan Sariwanti sempat histeris dan menangis di ruang sidang pengadilan.
Emisional yang tidak terbendung dari Alimuddin dan Sariwanti saat itu menyusul keputusan Majelis Hakim yang dipimpin Mas Toha Wiku Aji, S.H., membebaskan terdakwa lainnya, Sabrian (22) dari segala tuntutan pidana karena dianggap tidak terbukti melakukan tindak pidana.
“Tidak terima! Tidak terima! Kami tidak terima dia (Sabrian) dibebaskan,” teriak Sariwanti menangis histeris sambil beberapa kali tangannya menunjuk-nunjuk terdakwa.
Siatuasi tersebut sempat membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU), Amrizal, S.H., ikut berusaha menenangkan Sariwanti. Atas Berita Acara (BAP) pemeriksaan terhadap terdakwa Sabrian, Amrizal selaku JPU memberikan tuntutan pidana penjara selama 18 tahun untuk terdakwa Sabrian.
Ditemui di rumah mereka di Jl. Cik Ditiro, Gg. Melon RT 21, Kelurahan Nunukan Timur pada Rabu (9/8/2023), kedua orang tua almarhumah Sumirah (21) ini mengaku masih tidak bisa menerima dan tidak habis pikir bagaimana mungkin terdakwa Sabrian dianggap tidak bersalah oleh Majelis Hakim yang memutuskan perkara tersebut di Pengadilan.
Karena menurut Alimuddin, terdakwa Sabrian lah yang terakhir menjemput putri mereka dari tempat dia bekerja di sebuah warung makan di kawasan Jalan Lingkar, lalu mengantarkannya kepada pelaku utama, Azhar, sebelum kemudian Sumirah dinyatakan tidak tidak pernah pulang ke rumah mereka setelah itu.
“Setelah memutuskan hubungan berpacaran dengan Azhar, anak kami sudah sama sekali tidak mau lagi menemui mantan kekasihnya tersebut,” terang Alimuddin.
Berdasar keterangan pelaku utama pada Polisi yang memeriksa dan bukti-bukti kejadiannya, lanjut Alimuddin, Sumirah yang mengenal Sabrian sebagai teman Azhar bersedia saat dijemput untuk diantarkan pulang ke rumahnya.
“Tapi ternyata dia (Sabrian) tidak mengantarkan anak kami pulang ke rumah, malah mempertemukannya dengan Azhar yang sudah menunggu di suatu tempat. Setelah itu anak kami tidak pernah pulang dan dinyatakan hilang, hingga akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat dengan kondisi yang menyedihkan,” kata Alimuddin.
Kendati mengaku buta terhadap hukum, namun kedua pasangan suami istri ini merasa wajar jika kemudian mereka merasa heran karena Majelis Hakim menilai Sabrian tidak terbukti melakukan kesalahan.
Untuk vonis mati yang diberikan Majelis Hakim terhadap pelaku utama, Azhar, mereka mengaku puas karena sudah sesuai dengan yang diinginkan. Tapi vonis bebas terhadap Sabrian sama sekali tidak bisa mereka terima.
Mendampingi suaminya saat wawancara ini berlangsung, Sariwanti mengatakan mereka orang susah yang tidak mengerti hukum. Sangat berharap mendapat keadilan atas kasus yang telah menghilangkan nyawa putri mereka ini. Tapi mereka tidak tahu bagaimana langkah selanjutnya untuk tujuan tersebut.
“Jangankan menggunakan jasa pengacara yang tentunya butuh biaya besar, untuk makan sehari-hari saja kami kesulitan. Harus bekerja keras untuk mendapatkan uang pembeli beras yang akan dimasak,” kata Sariwanti.
Saat ini, lanjut Sariwanti mereka sangat mengharapkan adanya pihak-pihak yang mengerti hukum yang dapat membantu mereka untuk mendapatkan keadilan dalam kasus ini.
“Jika ada yang tahu bagaimana caranya melaporkan masalah ini kepada Presiden, kami akan laporkan. Tapi masalah yang kami hadapi sekarang, kami tidak tahu bagaimana caranya,” kata sriwanti. (ADHE/DIKSIPRO)