HukumNunukanRembuk Desa

Oknum Kades dan Sekdes Koruptor Divonis 2 Tahun

JPU Kecewa Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda

NUNUKAN – Tiga mantan aparatur Desa Samaenre Semaja, Kabupaten Nunukan yang terlibat kasus korupsi pengelolaan dana APBDes Tahun Anggaran 2017-2019, Faridah Binti Ansi Haseang (Kades), Agus Salim (Pj. Kades) dan Mariam Laode binti Laode Nasir (Sekdes), oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda, Kalimantan Timur divonis masing-masing 2 tahun pidana kurungan, pada Selasa (15/11/2022).

Oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan, vonis tersebut diakui sangat mengecewakan lantaran jauh lebih rendah dari tuntutan yang diberikan oleh tim JPU.

Terhadap kedua mantan Kades, Faridah Binti Ansi Haseang dan Agus Salim, diketahui JPU mengajukan tuntutan selama 5 tahun 6 bulan pidana penjara. Sedangkan terhadap Mariam Laode binti Laode Nasir tuntutan JPU adalah 7 tahun 6 bulan.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti membenarkan terkait kekecewaan mereka terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda tersebut, lantaran ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan korupsi secara berlanjut.

Hal itu sebagaimana dalam dakwaan subsidair, yang terbukti melakukan tindak pidana Korupsi pada pengelolaan APBDes tahun anggaran 2017, 2018, dan 2019.

Ricky, mengakui hakim memang memiliki independensi dalam memberikan putusannya. Namun penilaian putusan Majelis Hakim pada kasus ini dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Desa Samaenre Semaja, Kecamatan Sei Menggaris.

“Surat dakwaan kami subsidaritas, artinya ada dakwaan primair pasal 2 dan subsidair pasal 3. Kami melihat dalam dakwaan primair semua unsur tindak pidana terpenuhi,” terang Ricky Rangkuti, Rabu (16/11/2022).

Putusan Hakim, lanjut dia, mengesampingkan dakwaan primair tim JPU. Itu yang menurut mereka dengan tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” tambahnya.

Selain itu, disebutkan juga bahwa semua persidangan ketiga terdakwa kurang kooperatif. Mulai penyidikan hingga penuntutan. Serta tidak ada itikad baik untuk melakukan pengembalian kerugian negara hingga miliaran rupiah.

“Terdakwa tidak kooperatif, karena tidak membuat laporan pertanggungjawaban. Lalu tidak membuat faktur pembelian maupun faktur kontrak,” ujarnya.

Namun dipastikan terjadi perbedaan pendapat mengenai pasal yang diterapkan. Jika JPU menggunakan pasal 3 yang menyatakan kalau di primer itu bahwa setiap orang yang artinya siapa saja, mau dia pelaku usaha penyelenggara Negara, atau apapun profesinya, yang melakukan tindak pidana korupsi, sementara Hakim menggunakan pasal 2, yang memang lebih spesifik, tetapi kami (JPU) melihat dan memasukkannya dalam lingkup yang lebih besar,” terang Ricky.

Lanjut Ricky, tentang tuntutan JPU sesuai dengan SOP, sedangkan hakim dengan independensi.

Perbedaan antara JPU dengan Majelis Hakim juga terjadi pada perhitungan dana pengganti.

Terdakwa Faridah Binti Ansi Haseang (mantan Kades), dituntut pidana denda Rp 200.000.000,- dan uang pengganti Rp 250.446.905,- sedangkan hakim memutuskan pidana denda Rp 100.000.000,- dan uang pengganti Rp 250.446.905,-

terdakwa Agus Salim (Kades), dengan tuntutan Pidana Denda Rp 200.000.000,- dan uang pengganti pidana Rp 309.063.450,- Hakim memutuskan Pidana Denda Rp 100.000.000,- dan uang pengganti pidana Rp 186.063.450,-

Dan terdakwa Hj Mariam Laode binti Laode Nasir (Sekdes), tuntutan Pidana Denda Rp 300.000.000,- dan uang pengganti pidana Rp 559.510.355,- Hakim memutuskan Pidana Denda Rp 100.000.000,- dan uang pengganti pidana Rp 436.510.355,-

“Ada perbedaan pengenaan pasal putusannya, perbedaan uang penggantinya, yang lain lainnya meski berbeda masih dimaklumi, terhadap putusan hakim tersebut JPU pikir-pikir dan akan lakukan banding,” imbuh Ricky. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button