
NUNUKAN – Sepakat menyebut Masjid Nurul Iman di Jl. Tanjung, Kelurahan Nunukan Barat adalah masjid tertua yang ada di Nunukan? Namun memperoleh data pasti tahun pembangunannya ternyata tidak mudah. Nyaris tidak ada sesepuh tersisa yang mengetahui secara persis tahun berapa masjid pertama di Nunukan itu mulai didirikan.
Beruntung, dalam penelusuran yang dilakukan Diksipro.com, awak media ini bertemu Mashur, S.Pd M.Pd. Dari Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Program Pendidikan Dasar (PPD) Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan Pada Wilayah Nunukan Selatan inilah catatan sejarah itu sedikit terkuak.
Mashur ternyata menyimpan rapi catatan otentik terkait sejarah keberadaan awal Masjid Nurul Iman. Dari catatan yang dimiliknya diketahui bahwa masjid itu didirikan pada tahun 1936.
Bagaimana hingga putra asli Nunukan yang lahir pada 12 Desember 1969 ini bisa memiliki catatan penting itu?
“Lahan tempat berdirinya Masjid Nurul Iman berasal dari hasil hibah kakek saya,” terang Mashur yang menyebut kakeknya tersebut barnama Indar Jaya.
Selain sebagai rumah ibadah umat muslim pertama di Nunukan, ada beberapa sisi lain yang belum banyak terungkap dari masjid yang awalnya hanya berstatus surau tersebut.
Pertama, Pembangunan Surau Nurul Iman ternyata ‘disponsori’ oleh seorang Kontlerd (Pekerja Proyek) non muslim berkebangsaan Belanda bernama Heenard.
“Dari cerita kakek saya, sebagian besar material pembangunan surau Nurul Iman dibantu orang Belanda tersebut. Pengerjaannya dilakukan secara gotong-royong oleh warga sekitar,” terang Mashur.
Tak ada yang tahu nama lengkap Kontlerd Belanda yang memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi ini. Orang-orang saat itu hanya mengenal dan memanggilnya dengan sebutan Tuan Heenard.
Fakta lain, yang rutin melantunkan Adzan di Surau Nurul Iman setiap memasuki waktu sholat pada saat itu adalah seorang pria bernama Abdul Rahman Domang.

Jarak yang cukup jauh dari rumah tinggalnya menuju Surau Nurul Iman bukan hambatan bagi Abdul Rahman menyeru umat Islam agar melaksanakan kewajiban sholat lima waktu. Dan tentu saja adzan yang dikumandangkan saat itu belum dibantu alat pengeras suara.
Tidak terkecuali waktu sholat Subuh. Berbekal penerangan obor bambu, Abdul Rahman Domang kekeuh menembus kegelapan Nunukan dengan rasa dingin yang dirasakan oleh pria yang belakangan lebih dikenal ramai oleh masyarakat Nunukan dengan nama Guru Domang.
Al Fatihah buat Alm. Guru Domang. Semoga amal ibadah dan segala kebaikannya di masa hidup mendapat ganjaran berlipat ganda dari Allah SWT. (PND/TELUSUR/DIKSIPRO)