“Siapa yang ingin jadi Polisi Brimob?,”
Sebuah pertanyaan diajukan oleh Bamin Batalyon B Pelopor, Brigpol Achmad Prasetiyo, dihadapan 140 siswa TK yang datang melakukan kunjungan belajar ke Markas Kompi I Sat Brimob Polda Kaltara di Nunukan pada Rabu (14/6/2023)
Pertanyaan itu segera saja menadapat jawaban serentak ‘koor’ panjang dari seluruh pelajar TK yang hadir, “Sayaaaaaa…..!,” sambil mengacungkan tinggi tangan masing-masing.
Dialog akrab yang terbangun ini, saya lihat ketika melakukan liputan jurnalistik pemberitaan kegiatan kunjungan belajar siswa TK Islam Terpadu Ibnu Sina Nunukan ke Markas Satuan Brimob Polda Kaltara di Nunukan yang menyambut hangat kedatangan tamu-tamu cilik mereka saat itu.
Atas jawaban tersebut, membuka kesempatan Achmad Prasetiyo untuk menyampaikan nasihat-nasihatnya. Kalau ingin menjadi anggota Brimob, katanya, maka anak-anak harus menjadi orang pintar dengan cara rajin belajar, rajin berolahraga, memiliki disiplin yang tinggi, patuh kepada orang tua dan guru serta yang tidak kalah penting, harus taat menjalankan ibadah yang menjadi perintah agama.
Demikian juga keakraban ketika sesi tanya jawab dibuka oleh Achmad Prasetiyo usai menerangkan apa saja tugas dan fungsi anggota Sat Brimob. Dia memperkenalkan jenis-jenis seragam yang dikenakan anggota satuan termasuk peralatan yang melengkapi rutinitas tugas seorang anggota Satuan Brimob.
Menjelaskan, 5 tugas dan fungsi anggota satuan Brimob, yang pertama, dikatakan Achmad Prasetiyo adalah KLBM atau Kemampuan Lapangan Brigade Mobil. Tugas kedua adalah Penanggulangan Teroris. Yang ketiga, lanjut Achmad Prasetiyo lagi, adalah Penjinakan Bom dan selanjutnya, yang keempat adalah Pengendalian Huru Hara.
“Dan tugas kelima, lebih spesifik lagi pada fungsi sebagai penindak gangguan kejahatan terorganisir yang menggunakan bahan kimia, biologi dan radioaktif,” terangnya.
Sejujurnya, saya tidak yakin apa yang disampaikan oleh anggota Satuan Brimob ini dipahami oleh pelajar yang masih duduk di bangku sekolah TK tersebut. Namun yang menarik perhatian saya, adalah bagaimana anak-anak itu terlihat antusias mendengarkannya.
Sesekali mereka juga menyambung penggalan-penggalan kata yang sengaja diputus oleh Achmad Prasetyo yang tujuan untuk mengingatkan kembali apa yang telah dia sampaikan. Itu sudah cukup membanggakan.
Misalnya, saat mengulang pernyataan, “Maka yang bertugas untuk mengendalikan jika terjadi huru hara, adalah….,”
“Anggota Brimob!,” jawab anak-anak serentak dengan penuh semangat.
Sungguh, sebuah cara membangun komunikasi yang membuat pelajar-pelajar TK itu merasa dekat dan akrab pada personel institusi yang juga memiliki tugas melaksanakan urusan yang ada dalam lingkup Polri demi menjaga keamanan dalam negeri ini.
“Nah, sekarang siapa yang mau bertanya,” kata Achmad Prasetiyo lagi.
Salah seorang diantara siswa terlihat tanpa ragu mengacungkan jarinya.
“Om Polisi, kalau membersihkan senjata itu apakah dicuci pakai air,”
Segera saja pertanyaan polos itu mengundang senyum beberapa anggota Sat Brimob maupun para guru pendamping dalam kunjungan belajar ini.
Menanggapai pertanyaan itu, dengan sabar dan cermat, Achmad Prasetiyo menjelaskan, bahwa perawatan dan pemeliharaan senjata tidak dicuci dengan air, melainkan melamurinya dengan menggunak minyak pelumas, agar senjata tetap berfungsi baik saat digunakan.
Belakangan, saya mendapat tahu dari salah seorang guru pendamping, bahwa siswa mereka yang bertanya itu bernama Fauzi, berusia 6 tahun. Dia cukup dikenal sebagai salah satu diantara rekan-rekannya yang kritis dan berani bertanya kepada guru maupun kepada orang lain terhadap hal yang ingin dia ketahui. Tidak terkecuali kepada aparat keamanan berseragam.
Sesi berikut, pelajar TK IT Ibnu Sina yang datang berkunjung juga diajak melihat-lihat sekitar Markas Kompi 1 Sat Brimob Polda Kaltara di Nunukan. Namun yang paling menarik perhatian anak-anak, ketika diperkenalkan dengan unit Kendaraan Raktis (Rantis) yang diberi nama Maung. Jenis kendaraan yang diproduksi khusus melengkapi tugas institusi TNI dan Korps Brimob.
Tidak hanya para siswa, bentuk unik dan menarik unit kendaraan Rantis Maung bahkan membuat para guru pembimbing yang mendampingi siswa mereka saat itu juga tertarik untuk berfoto dengan kendaraan yang dilengkapi braket dan konsol senjata, perangkat GPS navigasi dan tracker serta beberapa perlengkapan lainnya ini.
Sejumlah anggota Sat Brimob yang berada di tempat juga juga terlihat ringan hati disertai keramahan, menawarkan diri sekedar membantu melakukan jepretan foto menggunakan kamera handphone milik para guru secara bergantian.
Keasikan menikmati hangat dan akrabnya interaksi yang terbangun antara pelajar dan para guru dengan anggota Sat Brimob saat itu membuat saya hampir lupa tugas. Bahwa kebaradaan saya disitu untuk melakukan liputan berita.
Entah kenapa, sejenak tadi saya sempat teringat jauh ke masa lalu. Saat masih anak-anak, berusia lebih kurang seperti siswa TK IT Ibnu Sina yang diajak oleh guru mereka melakukan kunjungan belajar ke Markas Kompi 1 Sat Brimob Polda Kaltara di Nunukan saat itu.
Di benak saya, pada era tahun 70-an dahulu, mungkin juga umumnya anak-anak lain sebaya kala itu, anggota Polisi menjadi figur yang menakutkan bagi anak-anak. Barulah setelah beranjak dewasa saya menyadari, munculnya anggapan itu lantaran cara orang tua yang tanpa sadar ‘memperkenalkan’ sosok Polisi kepada kami dengan cara yang keliru.
Oleh orang tua, kami kerap ditakuti-takuti dengan ancaman akan ditangkap pak Polisi hanya lantaran membandel saat disuruh untuk istirahat tidur siang.
“Hayo, nanti kalau tidak mau tidur siang, akan ditangkap pak Polisi,”. Begitu lebih kurang kalimat ucapan yang kami dengar dari para orang tua, yang mengambil jalan pintas karena ingin anak-anaknya segera beristirahat untuk tidur siang.
Akibatnya, kami lebih sering memaksakan diri untuk memejamkan mata walau tidak mengantuk. Atau pura-pura lelap tertidur hanya gara-gara takut ‘dijemput’ oleh aparat berseragam coklat tersebut untuk dibawa ke kantor mereka.
Atau, ancaman lainnya, bahwa mainan kami akan diambil pak Polisi jika kami tidak segera mematuhi ‘perintah’ orang tua, agar menyudahi keasikan bermain yang tengah kami lakukan.
Sebuah keadaan yang jauh berbeda dengan keadaaan anak-anak saat ini yang melihat bagaimana figur seorang Polisi menjadi salah satu profesi yang diidamkan untuk masa depan mereka.
Namun ada satu hal juga yang membuat saya tidak bisa sama sekali sepenuhnya menyalahkan orang tua kami saat itu. Adalah paradigma yang terbangun pada Polisi jaman sekarang tentunya sudah sangat berbeda kondisinya dengan Polisi jaman dulu. Dulu mereka selalu berusaha menampilkan wajah sangar nyaris tanpa senyum dan lebih terkesan arogan.
Sebuah tampilan yang mau tidak mau membuat kami percaya dengan ancaman-ancaman yang orang tua kami saat itu, agar menuruti perintah mereka.
Keberhasilan melakukan perbaikan, pembenahan dan mampu membangun paradigma personal maupun institusi secara baik, menjadikan Polisi jaman sekarang dapat membuat mereka mengklaim diri sebagai sahabat dan pengayom masyarakat.
Penulis : Adharsyah