Nunukan

MHA Dayak Agabag Tanggapi Rencana Perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2018

Robert : “Dayak Agabag dengan Dayak Tinggalan tidak berbeda,”

NUNUKAN – Senin (27/3/2023), puluhan perwakilan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Agabag datang ke Kantor DPRD Kabupaten Nunukan. Kedatangan mereka, seperti dijelaskan Ketua Dewan Adat Dayak Agabag, Robert untuk menyampaikan hasil Rapat Umum Dewan Adat Dayak dan Lembaga Adat Dayak Agabag dalam menyikapi rencana perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2018 yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Dijelaskan Robert, kedatangan mereka menemui wakil rakyat di daerah ini bukan bermaksud menolak pembahasan Perda Tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat tersebut, melainkan memberi pemahaman dan penjelasan, bahwa tidak ada perbedaan antara etnis Dayak Agabag dengan Dayak Tinggalan.

“Alasan Kedatangan kami, bertujuan memberikan pendapat, pandangan serta usulan kepada Pemerintah Daerah agar revisi yang akan  dilakukan terhadap Perda dimaksud, tidak menjadi konflik dan gejolak di tengah-tengah masyarakat kami,” terang Robert.

Sebelum ini, lanjut Robert, Pemerintah Daerah baru mendengar penjelasan atau aspirasi dari pihak masyarakat Dayak Tinggalan terkait eksistensi keberadaan mereka namun tidak terakomodir dalam Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat seperti tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2018.

“Akan lebih baik, jika kami dari Masyarakat Hukum Adat Agabag juga memberikan pemahaman dan penjelasan agar semuanya menjadi lebih jelas lagi,” kata Robert.

Memastikan bahwa antara Dayak Agabag dengan Dayak Tinggalan (belakangan lebih dikenal dengan sebutan Tenggalan) adalah satu. Menurut Robert, sebutan Agabag dimaksud merupakan panggilan endonim (nama warisan leluhur). Sedangkan sebutan Tinggalan merupakan panggilan eksonim.

“Kami orang Agabag tapi jika kami juga disebut sebagai Dayak Tinggalan, tidak masalah. Sama saja. Baik identitas kita sebagai Dayak Agabag sebagai Endonim dan Eksonim,” terang Robert.

Ditambahkan, 76 desa di wilayah Kabudaya masyarakatnya mengklaim sebagai Dayak Agabag sesuai dengan keputusan Musyawarah Besar yang pernah dilakukan, tetapi ada 9 desa lainnya yang mengklaim sebagai Dayak Tinggalan, itupun oleh para Kepala Desa masing-masing. Sedangkan masyarakatnya mengaku sebagai etnis masyarakat Dayak Agabag.

Namun demikian, masih seperti dikatakan Ketua Dewan Adat Dayak Agabag ini, mereka yang datang ke DPRD Nunukan mewakili hasil Musyawarah Lembaga Adat Besar bersama Dewan Adat untuk menanggapi Nota Perubahan atas Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan menyampaikan pandangan mereka serta menyerahkan keputusan berdasar aturan adat Agabag.

Bagaimana Pemerintah Daerah bersikap terhadap wacana perubahan Perda dimaksud dapat melihat dan mempertimbangkan sejarah adanya Dayak Agabag di tanah Borneo di wilayah Daerah Kabupaten Nunukan termasuk tanggapan dan usulan MHA Dayak Agabag ke DPRD ini.

Unsur masyarakat Dayak Agabag yang ikut hadir pada pertemuan dengan anggota DPRD Nunukan saat itu, merupakan Perwakilan dari Kepala Adat Besar Dayak Agabag dari Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Sembakung Atulai serta Kecamatan Lumbis Pansiangan. Sekaligus mewakili 76 Kepala Adat Desa Se-Wilayah Kabudaya Nunukan.

Yang lainnya, para Kepala Desa, para Ketua BPD dan organisasi sayap, di antaranya Ikatan Intelektual Dayak Agabag, Komando Pertahanan Adat Dayak Agabag, Komunitas Perempuan Adat Dayak Agabag serta para tokoh masyarakat Dayak Agabag, tokoh agama dan tokoh pemuda Dayak Agabag.

Seperti diketahui sebelumnya, sekelompok masyarakat yang memastikan sebagai etnis Dayak Tenggalan di Kabupaten Nunukan, sudah pernah dua kali melakukan aksi unjuk rasa damai baik ke DPRD maupun Pemerintah Daerah yang menuntut keberadaan mereka diakomodir juga di dalam Perda Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat.

Desakan tersebut membuat Pemerintah Daerah merencanakan melakukan perubahan beberapa item pada Perda dimaksud. Namun sebelumnya dikomunikasian terlebih dahulu kepada DPRD.

Setelah melakukan rapat internal, dalam memberikan pandangannya, seluruh fraksi yang ada di DPRD Nunukan, masing-masing Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Gerakan Karya Pembangunan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Perjuangan Persatuan menyetujui tindaklanjut pembahasan usulan perubahan Perda dimaksud. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button