Nunukan

DPRD Harapkan Antara Agabag Dengan Tinggalan Bisa Bangun Komunikasi Harmonis

Terkait Beda Persepsi Tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat

NUNUKAN – Wakil Ketua DPRD Nunukan, Saleh, berharap beda persepsi antara masyarakat etnis Dayak Agabag dengan Dayak Tenggalan dapat dituntaskan secara kekeluargaan. Kedua belah pihak dapat duduk bersama membangun komunikasi harmonis untuk mencapai kemufakatan terbaik untuk masing-masing pihak.


“Bagaimana bisa menyatukan pandangan yang berbeda, sebaiknya dibangun komuniklasi. Dibicarakan sescara kekeluargaan guna memperoleh hasil terbaik untuk kekedua belaj pihk,” kata Saleh.

Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Nunukan ini saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin 27 Maret 2023 dalam penyampaian pandangan masyarakat Dayak Agabag terhadap usulan perubahan Perda No 16 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan yang disetujui oleh DPRD untuk dibahas kelanjutannya.

Sementara itu, Wakil ketua DPRD Nunukan lainnya, Burhanuddin memastikan pihak mereka selaku wakil rakyat tentunya menerima permasalahan dan aspirasi yang disampaikanyang masyarakat. Termasuk tentang usulan dilakukan perubahan pada Perda dimaksud. Apalagi, Pemerintah Daerah juga sudah menyampaikannya melalui nota penjelasan kepada DPRD.

Sesuai tahapannya, kata Burhanuddin, setiap pembahasan dari aspirasi yang mereka terima harus dilakukan sampai tuntas. Apapun hasilnya setelah itu.

Terkait usulan perubahan sejumlah item pada Perda No 16 Tahun 2018 oleh Pemkab Nunukan, lanjut Burhanuddin, DPRD Nunukan melalui masing-masing fraksi yang ada telah memberikan peandangannya.

“Tahap berikutnya, DPRD akan mendengarkan jawaban Pemda terhadap pandangan dari masing-masing fraksi tadi untuk memasuki tahapan pembahasan selanjutnya,” terang Burhanuddin.

Pada tahapan pembahasan itu lah, nanti DPRD akan banyak berdiskusi atau  berdialog. Sehingga permasalahan yang muncul bisa diselesaikan secara baik dengan tidak terburu-buru. Karenanya, DPRD tidak boleh langsung menentukan waktu penyelesaiannya karena akan banyak hal menjadi catatan-catatan yang perlu dipertimbangkan sebelum persoalannya dianggap tuntas.

“Kami tidak bisa menjajikan waktunya, kapan permasalahan ini bisa diselesaikan. Tahapan pembahasan akan berjalan alot. Sehingga tidak ada jaminan waktu penyelesaiannya. Berbeda jika pembahasannya berjalan lancar-lancar saja, palu hasil keputusan bisa langsung diketuk dalam waktu tidak terlalu lama,” terangnya.

Senada seperti yang disampaikan Saleh, Burhanuddin juga meminta agar permasalahan perbedaan pandangan antara sesama etnis Dayak di wilayah ini dibicarakan kembali bersama pengurus adat.

“Kita tetap memerlukan komunikasi dua arah. Kami meminta agar Dewan Adat dapat mebicarakan secara internal melalui Penasehat Dewan  Adat atau para tokoh yang dituakan,” ujarnya.

Jika pada akhirnya penyelesaian dari permasalahan yang muncul diserahkan kepada Pemerintah Daerah, maka hasilnya tidak bisa diperoleh secara terburu-buru.

“Jika tidak terjadi kesepakatan, pembahasan kami tentunya kembali ke kajian akademik. Menghadirkan orang-orang yang sempat menjadi penggagas dari Perda Nomor 16 Tahun 2018 tersebut ada revisi atau pun tidak nanti kita akan lihat dari pembahasan, Termasuk pendapat ahli dalam hal ini.” ungkapnya.

Yawang Selajung, Wakil Lembaga Adat Besar di Wilayah Sebuku yang ikut hadir dalam rombongan Masyarakat Adat Agabag ke DPRD Nunukan saat itu mengatakan akan mengupayakan bagaimana caranya agar kedua belah pihak (Agabag dan Tinggalan) ini dapat duduk bersama mengomunikasikan perbedaan pandangan mereka.

“Jika nanti komunikasi yang dibangun juga tidak menemukan solusinya, maka hal ini tetap kami serahkan kepada pihak pemerintah,” tutupnya. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button