Kaltara

Jual TBS ke Malaysia, Alternatif Anjloknya Harga Dalam Negeri

Basri Lanta : “Itu pilihan tapi bukan solusi,”

NUNUKAN – Alternatif petani sawit menjual Tandan Buah Segar (TBS) mereka ke Malaysia, menurut Ketua Dewan Perwakilan Daerah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Cabang Nunukan, Basri Lanta, lantaran anjloknya TBS di dalam negeri.

Hal itu disampaikan dalam sebuah pertemuan Pembahasan Harga TBS Kelapa Sawit yang diselenggarakan Pemkab Nunukan di Kantor Bupati, Senin (11/7/2022) dengan menghadirkan Apkasindo unsur pimpinan sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di daerah ini.

“Kami tidak menutup mata bahwa alternatif tersebut melanggar hukum. Tapi kami berpihak kepada sesuatu yang dapat mengangkat perekonomian masyarakat. Walaupun menjual TBS ke malaysia tersebut sebenarnya bukan solusi,” kata Basri Lanta.

Apkasindo, menurut Basri, tetap idealis dengan peraturan-peraturan yang ada. Karenanya mereka berharap adanya perbaikan sistem yang mengacu kepada meningkatnya harga beli TBS di dalam negeri.

Jika hal itu dapat terlaksana, katanya lagi, diyakini praktik-praktik penjualan TBS ke Malaysia akan berhenti dengan sendirinya.

Perbaikan sistem yang di maksud, adanya pengurangan pajak yang diterapkan oleh pemerintah hingga di bawah 10 persen. Karena hal tersebut yang selama ini cukup memberatkan petani kelapa sawit di tanah air.

Ketua DPD Apkasindo Cabang Nunukan ini menyontohkan Malaysia yang menerapkan beban pajak hanya 7 persen bahkan Thailand yang hanya 3 persen.

Terpisah, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setkab Nunukan, Asmar mengatakan, petani sawit yang menjual TBS ke Malaysia, sebenarnya adalah masyarakat yang ingin mendapatkan harga yang lebih baik dan peluang itu terbuka di negeri jiran tersebut.

Jika berbicara masalah aturan, menurut Asmar hal itu memang tidak diperbolehkan. Tapi yang menjadi persoalan, menyangkut kehidupan petani Sawit ketika harga TBS anjlok. Sedangkan Malaysia sebagai negara tetangga terdekat menjanjikan harga beli yang lebih baik.

“Memang itu bukan solusi tapi bagian dari alternatif. Kita simpulkan saja, bagaimana itu kebijakan alternatif,” imbuhnya.

Menurut Asmar, mereka yang menjual TBS ke Malaysia merupakan petani mandiri yang wilayahnya sangat berdekatan dengan negara tetangga Malaysia. Sedangkan petani plasma dan kemitraan tetap menjualnya ke perusahaan-perusahaan lokal di dalam negeri.

Sebenarnya, lanjut pejabat ini, yang dipermasalahkan adalah terkait Izin Ekspor. Adanya Bea Keluar (BK) untuk pengurusan izin tersebut dirasa sangat memberatkan dan merugikan.

“Soal tata niaganya saja yang harus diatur. Dalam hal ini adalah izin ekspornya. Ketentuannya memang sudah ada diatur pemerintah. Namun petani sawit merasa itu angat memberatkan,” tegasnya.

Langkah yang ditempuh Pemerintah Daerah dalam menyikapi permasalahan ini, lanjut Asmar, menyurat kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, terkait bagaimana realita di lapangan.

“Persoalan ini skalanya nasional. Saya berharap pihak perusahaan harus memperjuangkan juga para petani kemitraan dan petani plasma mereka,” kata Asmar. (INNA/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button