NUNUKAN – Tidak hanya soal teknis, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Nunukan ternyata juga menghadapi masalah keuangan yang cukup serius, yang menjadi kendala mereka dalam memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Masalah keuangan dimaksud terkait erat dengan ketersediaan anggaran yang dibutuhan untuk pembelian peralatan penunjang pelayanan mereka. Persediaan beberapa peralatan yang dibutuhkan sudah menipis bahkan ada yang tidak tersedia.
Pengadaan alat yang dibutuhkan, menurut Ketua PMI Kabupaten Nunukan, Kaharuddin Tokkong mengalami hambatan lantaran beberapa rekanan penyedia, untuk sementara waktu menghentikan pedistribusian barang-barang mereka. Sebelum PMI Kabupaten Nunukan melunasi hutang-hutang tertunggak yang belum terbayarkan atas pengambilan barang-barang sebelumnya.
“Sebelumnya masih ada pemilik usaha yang bersedia menjadi rekanan pengadaan barang dengan cara diutangkan. Tapi karena PMI belum melunasi utang-utang sebelumnya, mereka sementara waktu menyetop pengadaan barang. Kecuali PMI sudah membayar tunggakan utang sebelumnya,” terang Kaharuddin.
Saat ini, masih seperti dikatakan Ketua PMI Kabupaten Nunukan ini, utang PMI Kabupaten Nunukan dengan pihak ketiga sudah mencapai lebih kurang Rp 200 juta. Karena belum ada rekanan yang bersedia menditribusikan pengadaan barang kepada mereka.
Mengatasi kondisi barang yang dibutuhkan tapi persediaannya tidak ada di PMI Nunukan, lanjut Kaharuddin, terpaksa mereka meminjam kepada lembaga-lembaga medis lainnya yang memiliki ketersediaan peralatan yang dibutuhkan.
Salah satu Lembaga Kesehatan yang kerap memberikan pinjaman peralatan yang dibutuhkan PMI Kabupaten Nunukan adalah PMI Tarakan.
Dijelaskan, dalam setiap kali dilakukan kegiata transfusi darah, sedikitnya PMI membutuhkan dana sebesar Rp 360 ribu yang harus dikeluarkan per kantung darah. Nilai tersebut bukan ditetapkan oleh PMI Kabupaten Nunukan namun sudah menjadi ketentuan berdasar Keputusan Menteri Kesehatan.
“Kebutuhan biaya yang dikeluarkan per kantung darah tersebut tentunya tidak dibebankan kepada masyarakat pengguna atau keluarha pasien yang membutuhkan. Melainkan dibiayai dari sumber dana hasil claim kepada BPJS melalui RSUD Nunukan,” terangnya.
Kendati memahami kondisi RSUD Nunukan yang juga harus membiayai berbagai kebutuhan lain, termasuk membayar utang yang menjadi tanggungan RSUD, dikatakan Kaharuddin, hingga pada akhir bulan Juli 2023 sudah tercatat selama 4 bulan terakhir, sejak April hingga Juli 2023 mereka belum menerima pembayaran dari pihak RSUD Nunukan.
Seandainya dana claim dari pihak BPJS lancar di distribusikan RSUD Nunukan kepada PMI Kabupaten Nunukan, tentunya akan memperlancar juga pelayanan mereka kepada masyarakat.
Selain dana claim dari BPJS, kata dia lagi, sumber pendanaan diperoleh PMI Kabupaten juga berasal dari dana hibah Pemerintah Daerah sebesar Rp 500 juta per tahun. Namun dana tersebut peruntukannya habis digunakan untuk membiayai gaji pegawai di PMI Kabupaten Nunukan serta biaya operasional kesekertariatan.
“Sumber pembiayaan lain yang kami harapkan untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat, ya dana yang diperoleh dari hasil claim ke BPJS tersebut,” tegas Kaharuddin. (ADHE/DIKSIPRO)