NunukanParlementariaPolitik

Aspirasi Masyarakat Etnis Dayak Tenggalan Terakomodir

DPRD Nunukan Setuju Bahas Revisi Perda Nomor 16 tahun 2018

NUNUKAN – Aspirasi masyarakat etnis Dayak Tenggalan yang menuntut pengakuan hak hukum adat mereka di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara segera terwujud. Terakomodirnya keinginan itu tersirat pada gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan DPRD dengan Pemerintah Daerah, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Nunukan dan Bagian Hukum Setkab Nunukan, Rabu (31/5/2023).

Pada RDP yang dipimpin anggota DPRD Nunukan, Nikmah, saat itu, terungkap bahwa  Pemerintah Daerah bersama DPRD Nunukan sepakat untuk membahas perubahan atas Perda Kabupaten Nunukan Nomor 16 Tahun 2018 yang selama ini belum mengakomodir Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dari etnis Dayak Tenggalan.

Menyampaikan antara lain dasar yang dijadikan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam melakukan revisi terhadap Perda Nomor 16 Tahun 2018 tersebut, menurut Kepala Bagian Hukum Setkab Nunukan, Hasruni, karena negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Selain itu, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah juga menegaskan perlunya dilakukan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat yang masyarakat pelakunya mendapatkan hak yang sama,” terang Hasruni.

Pada kesempatan itu, Kepala DPMD Kabupaten Nunukan, Helmi, mengatakan bahwa pembahasan Perda yang dilakukan saat ini seyogyanya merupakan upaya untuk menerjemahkan pertauran yang sduah disusun oleh pemerintah yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Menurut Helmi, pada beberapa daerah di Indonesia, Perda tentang Masyarakat Hukum Adat (MAH) mengabdosinya dengan dua model. Yang pertam dengan mengambil langsung secara utuh nomen klatur yang ada untuk dijadikan Perda Tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA.

“Kita di Kabupaten Nunukan mengadopsi model yang kedua. Model pemberdayaan yang ruang lingkupnya lebih luas yang salah satu isi di dalamnya adalah pengakuan terhadap MHA tersebut,” kata Helmi.

Pada revisi Perda Nomor 16 Tahun 2018, Pemerintah Daerah melalui DPMD Kabupaten Nunukan dan Bagian Hukum menawarkan opsi draft yang fokus pada pemberdayaan masyarakat hukum adat secara umum, tanpa merinci atau menyebutkan etnisnya secara spesifik. Sehingga jika di belakang hari ada klaim serupa yang dilakukan oleh etnis lainnya, pemerintah tidak perlu lagi melakukan perubahan terhadap Perda terbaru yang sudah diterbitkan.

Secara umum, pada RDP yang dilangsungkan di Ruang Rapat Ambalat Gedung DPRD Nunukan saat itu, wakil rakyat yang ada di darah ini menyetujui atau sepakat dengan pembahasan perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2018 serta pembahasan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah tersebut berikutnya.

Seperti yang dikatakan anggota DPRD Nunukan, Andi Krislina, yang menyebutkan pilihan terhadap model pemberdayaan pada Perda berikut yang akan diterapkan merupakan opsi yang terbaik. Jika tidak pada pilihan tersebut, dia mengkhawatirkan di kemudian hari akan terjadi clash di lapangan pada saat penetapan lokasi atau kekuasan lahan wilayah masing-masing etnis.

“Substansi persoalan sebenarnya buka pada penyebutan nama etnis tapi lebih kepada pengakuan wilayah kawasannya. Pilihan pada Model Pemberdayaan, saya pikir dapat menghindarkan hal yang tidak diinginkan tersebut tidak terjadi,” kata Andi Krislina.

Anggota DPRD lainnya, Tri Wahyuni juga menyampaikan keberpihakan terhadap pilihan Model Pemberdayaan pada Perda terbaru yang akan diterbitkan kelak menyusul aspirasi yang dia serap dari masyarakat terkait Raperda yang akan dibahas sebagai revisi pada Perda Nomor 16 Tahun 2018.

Juga berdasar pertimbangan positif mereka, beberapa anggota DPRD Nunukan lainnya, Lewi dan Darmasyah serta Nursan, mengemukakan hal yang sama terkait pertimbangan mereka terhadap Model Pemberdayaan yang menjadi dasar pada Raperda hasil revisi Perda Nomor 16 Tahun 2018 yang akan dibahas nanti. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button