Ultimatum DPRD, Bulan Depan Tenaga Honorer Yang Diberhentikan Harus Dipekerjakan Kembali

Foto : Wakil Ketua I DPRD Nunukan, Saleh
NUNUKAN – Kasus pemberhentian sejumlah tenaga honorer di lingkup Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Nunukan beberapa waktu lalu, terus menjadi atensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan.
Kesimpulan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Aliansi Tenaga Honorer, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait serta Anggota DPRD Nunukan, mengembalikan penyelesaian masalahnya kepada Pemkab Nunukan.
Ditemui di ruang kerjanya usai memimpin RDP saat itu, Wakil Ketua I DPRD Nunukan, Saleh memberi ultimatum kepada masing-masing Kepala OPD agar dalam rentang waktu satu bulan ke depan para tenaga honorer yang sudah diberhentikan tersebut kembali dipanggil bekerja.
“Jika dalam rentang waktu yang diberikan ternyata ultimatum ini tidak kunjung diindahkan, kami (DPRD) akan kembali memanggil pimpinan masing-masing OPD untuk menenjelaskan alasannya,” terang Saleh. Dia juga memastikan akan terus memantau perkembangan masalah ini hingga tuntas.
Saleh sendiri menilai, pada RDP yang berlangsung saat itu terkesan adanya tendensi politik yang sangat kental atas pemberhentian sejumlah tenaga honorer dari beberapa instansi dilingkungan Pemkab Nunukan.
Misalnya saja Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Nunukan, dr Meinstar Tololiu yang menolak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sejumlah anggota DPRD seputar keputusan memberhentikan para tenaga honor tersebut.
Namun setelah terus dicecar pertanyaan, Tololiu akhirnya mengatakan bahwa hal tersebut merupakan instruksi Bupati. Pernyataannya ini disampaikan Tololiu beberapa saat sebelum dirinya melakukan walkout dari salah satu ruang sidang di Kantor DPRD Nunukan.
“Artinya, pemberhentian itu dilakukan bukan hasil evaluasi Kepala OPD yang seharusnya bertanggung jawab terhadap para tenaga honorer pada instansinya masing-masing,” kata Saleh.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Pekerja Sejahtera (APES), Iswanto, S.Si yang mendampingi para tenaga honorer yang diberhentikan memastikan sedikitnya ada 16 tenaga honorer yang diberhentikan disaat kontrak telah berjalan menjadi bukti ketidakbecusan kepala OPD dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
“Realistisnya, pada Desember 2020 kalau memang ada evaluasi kinerja atau adanya efisiensi anggaran, pemutusan hubungan kerja dilakukan saat itu”, ujar aktivis yang akrab dipanggil Iswan Kinsank ini.
“Kenapa setelah kontrak mereka berjalan baru dilakukan pemberhentian di tengah jalan,” kata Iswan. (DIA/DIKSIPRO)