Terkendala Administrasi Kependudukan, Ada Anak PMI Tak Bisa Akses Pendidikan

NUNUKAN – Kapolres Nunukan, AKBP Bonifasius Rumbewas dalam kunjungannya menemui siswa-siswi SDN 005 Sebatik yang merupakan anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia pada Rabu, (2/10/2024) menaruh prihatin kala mendengar data mengejutkan dari pihak Sekolah bahwa ada anak-anak PMI yang sulit mengakses pendidikan akibat terkendala administrasi kependudukan.
“Kami akan berkoordinasi dengan Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau agar persoalan administrasi kependudukan WNI di batas negara ini dapat terakomodir dengan baik demi pendidikan anak-anak PMI tersebut,” ujar AKBP Bonifasius.
Fakta yang menyulut keprihatinan AKBP Bonifasius itu usai disampaikan Andreas, salah satu guru SDN 005 Sebatik yang mengemukaan dugaan bahwa masih banyak anak-anak PMI yang tidak bersekolah karena PMI yang bekerja di Perusahaan Perkebunan Sawit dan Kakao daerah Bergusong – Malaysia ini pernah datang mendaftarkan anak mereka di sekolahnya namun terkendala masalah administrasi.
“Akhirnya, pandaftaran untuk bersekolah itu pun tidak dapat dilanjutkan,” terang Andreas.
Selain persoalan administrasi kependudukan, Andreas juga menyebutkan persoalan lain yang dihadapinya. Kurang lebih 20 siswa-siswi anak PMI di Malaysia yang bersekolah di SD tempatnya mengajar itu, alami kendala berbahasa dalam mengikuti pelajaran di kelas.
Menurut Andreas, anak-anak PMI yang lahir di Malaysia ini, bahasa sehari-harinya sejak lahir adalah bahasa melayu Malaysia, sedangkan di sekolah bahasa pengantar menggunakan bahasa Indonesia.
“Kita para Guru di Sekolah ini sudah mengajarkan tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi karena pergaulan sehari-hari anak-anak ini di Malaysia sehingga sulit untuk kita memberinya pemahaman,” terang Andreas.
Apalagi, lanjutnya ada beberapa perbedaan dalam pengucapan tentang kata atau istilah dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia, para guru harus bekerja keras meracik padanan kata bahasa Indonesia untuk disampaikan agar siswa-siswi dari anak-anak PMI ini paham.
Misalnya dalam pelajaran matematika, kata Andreas, ada pelajaran menambah dan berkurang, tapi anak-anak PMI menyebut itu “campur dan tolak”, begitu pula dengan pelajaran perkalian dan membagi, mereka menyebut “darab dan bahagi”. Dengan demikian, guru harus bisa menyesuaikan saat menyampaikan materi pelajaran. (ALAMSYAH/DPro)