
NUNUKAN – Kendati belum dapat dikatakan marak, namun kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terindikasi cukup banyak terjadi di Kabupaten Nunukan. Pada kasus-kasus yang terjadi, sebenarnya memerlukan pendampingan psikologi untuk menghilangkan trauma yang dialami korbannya.
Namun sayangnya, belum banyak masyarakat atau orang tua korban yang memanfaatkan layanan pendampingan yang disediakan oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Kabupaten Nunukan melalui Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Padahal, seperti dikatakan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (Kabid PPA) pada DSP3A Kabupaten Nunukan, Endah Kurniawatie, Bidang PPA hadir sebagai upaya penanganan untuk melindungi dan memenuhi hak perempuan dan anak.
“Tugas kami (Bidang PPA), adalah melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan masalah lainnya. Bahkan dapat juga memberikan perlindungan khusus,” tutur Endah, Jumat (13/1/2023) lalu.
Menurut dia, bertanggungjawab untuk melindungi perempuan dan anak secara tegas telah tertuang dalam beberapa undang-undang. Diantaranya pada Pasal 72 Undang – Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
“Disitu jelas sebutkan bahwa kewajiban perlindungan anak merupakan tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua,” katanya lagi.
Termasuk aturan yang melindungi hak perempuan, seperti undang-undang tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Berdasar data yang diberikan Endah, korban kekerasan dan TPPO yang ditangani oleh Bidang PPA DSP3A Kabupaten Nunukan selama tahun 2022 tercatat jumlah kasus korban kekerasan terhadap anak sebanyak 23 orang. Yang terbanyak diantaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak sebanyal 14 kasus, kekerasan fisik 1 kasus dan 8 kasus anak lainnya, berurusan dengan hukum. Serta 1 kasus anak menjadi korban TPPO.
Masih mengacu pada data yang diberikan, di Kecamatan Nunukan menjadi wilayah paling banyak terjadi tindak kekerasan terhadap anak, yakni 18 kasus yang melibatkan jumlah korbannya sebanyak 5 orang anak laki-laki dan 13 orang anak perempuan.
Disusul secara berurutan dari jumlah angka kasus, yang terjadi pada wilayah Kecamatan Nunukan Selatan melibatkan 3 anak perempuan sebagai korban, Kecamatan Sebuku mencatat 2 orang korban anak perempuan, Sebatik Utara dengan 1 kasus pada anak perempuan dan Sebatik Tengah terdata 1 kasus terhadap anak laki-laki.
“Tidak banyak kasus-kasus tejadi yang ditangani oleh Bidang PPA DSP3A, karena pihak korban memang tidak datang meminta pendampingan langsung dari Bidang PPA,” ujar Endah.
Selain memang cukup banyak masyarakat atau pihak korban yang belum memahami keberadaan serta tugas dan fungsi lembaga tersebut, beberapa diantaranya disebabkan rasa malu karena menilai sebagai sebuah aib keluarga untuk diketahui oleh pihak lain (lembaga PPA).
Guna menggalang pemahaman masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi Bidang PPA, pihaknya telah menyebarkan informasi baik melalui media massa dan sosialisasi tentang pentingnya pendampingan dari PPA untuk mendampingi dan mengawal kasus yang menimpa perempuan dan anak.
“Pendampingan itu sangat penting, mengingat ada kasus-kasus yang berakhir tidak sesuai dengan kententuan hukum yang seharusnya,” imbuh Endah. (DEVY/DIKSIPRO)