FeaturePendidikan

Pernah Mendaftar Sebagai Keluarga Penerima Raskin

Fiqa : “Pendidikanlah yang bisa mengangkat derajat keluarga,” (Bagian 2- Habis)

Alasan demi pendidikan dan masa depan yang lebih baik, Fiqa akhirnya rela melepas pekerjaan dengan gaji besarnya di PT. United Tracktors (UT) Tbk Samarinda setelah dinyatakan lulus pada seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Politeknik Negeri Samarinda (Polnes).

Memilih bekerja sebagai PNS dengan gaji lebih kecil sebagai staf administrasi dengan pertimbangan dia akan memiliki waktu lebih untuk menekuni kuliah program S1 Jurusan Manajemen yang diikuti di Univesitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.

“Saat itu sebenarnya lowongan sebagai dosen (di Polnes) juga ada. Tapi karena saya belum menyelesaikan program S1, terpaksa memilih lowongan staf administrasi saja. Yang penting masih memiliki penghasilan sendiri untuk membiayai kuliah,” terang Fiqa.

Tidak bisa dipungkiri pula jika kecerdasan dan kemampuan bekerja baik yang dimiliki membuat dirinya dalam waktu singkat sudah mendapat kepercayaan sebagai Sekretaris Direktur di Politeknik Negeri Samarinda.

Selama 8 tahun berkutat degan jabatan tersebut dan berada di lingkup kerja top manajemen serta mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan, diakui Fiqa memberinya banyak pengalaman dan pelajaran pekerjaan dan memahami gaya leadership masing-masing pimpinan yang berbeda.

“Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh bekerja di Politeknik Negeri Samarinda itu pula yang kemudian menjadi cikal bakal ilmu yang bisa saya terapkan pada amanah menjadi Wakil Direktur di PNN,” kata Fiqa.

Jika melihat prestasi dan reputasinya, anak pertama dari 3 bersaudara Pasangan (Alm) Tajuddin Noor – Sitti Wahidah ini begitu cemerlang. Namun mungkin belum banyak yang tahu, semua itu tidak dia diperoleh mudah begitu saja.

Sebuah perjalanan hidup dengan perjuangan panjang seorang anak yatim yang ingin sukses menata masa depan diri dan keluarganya.

Diusianya yang ke 17, Fiqa bersama dua adiknya sudah menjadi yatim setelah kepergian ayahnya yang saat itu berusia 49 tahun. Diakui, dengan posisi terakhir ayahnya sebagai kepala di sebuah Puskesmas, belum sempat mempersiapkan sebuah masa depan yang cukup layak untuk keluarganya.

“Bahkan rumah saja kami belum punya. Sepeninggal bapak otomatis perekonomian keluarga jadi susah. Rumah yang kami tempati merupakan pinjaman dari orang yang prihatin. Ibu harus pandai menata pensiun bapak yang hanya sebesar empat ratus ribu sebulan untuk memenuhi segala kebutuhan kami berempat,” cerita Fiqa.

(Pada bagian ini, wawancara kami sempat terhenti beberapa saat. Saya lihat wanita hebat didepan saya ini tengah larut dalam suasana haru. Saya memberi waktu membiarkannya menghabiskan butir-butir air bening yang keluar dari matanya yang kemudian dia seka. Sebelum perbincangan kami lanjutkan).

Begitu sulitnya kehidupan saat itu, mereka terpaksa harus mendaftarkan data keluarga ke kelurahan agar dicantumkan sebagai penerima bantuan beras untuk keluarga miskin (Raskin) yang saat itu dikenal dengan istilah beras Bulog.

Bahkan, untuk mengurangi beban himpitan ekonomi keluarga beberapa kerabat terdekat sempat menyarankan agar Fiqa dinikahkan saja pada usia mudanya saat itu.

Untungnya, Sitti Wahidah, ibunda Fiqa lebih memilih mendukung keinginan putrinya untuk melanjutkan pendidikan. Walau diketahui itu bukan hal mudah.

Sadar dengan kondisi ekonomi keluarganya yang sulit namun Fiqa berhasil meyakinkan ibundanya bahwa dia bisa tetap kuliah tanpa membebankan biaya pada keluarga.

“Yang ada di kepala saya saat itu. Melalui pendidikan lah saya bisa mengangkat derajat keluarga,” tegas Fiqa.

Diterima kuliah pada Jurusan Administrasi Bisnis Program D3 di Politeknik Negeri Samarinda, Fiqa mulai berinisiatif agar bisa memperoleh beasiswa. Kecerdasan yang dimiliki membuat dia berhasil memperoleh beasiswa berprestasi keluarga tidak mampu dari beberapa perusahaan yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur.

Mendapat kepercayaan sebagai Wakil Direktur PNN di usianya yang ke-37 tahun, Dr. Rafiqoh, S.E, M.M disebut-sebut menjadi salah satu yang termuda untuk jabatan tersebut di lingkungan pendidikan vokasi Politeknik di Indonesia.

Apalagi jabatan tersebut tidak dia dapatkan begitu saja setelah kondisi perkembangan kemajuan PNN seperti yang ada sekarang. Fiqa dipastikan sebagai salah seorang pelaku pejuang hingga berdirinya lembaga pendidikan Politeknik di Nunukan mulai dari hitungan angka ‘nol’.

Jika ada cita-cita belum tercapai yang diimpikan oleh, pada karirnya sebagai seorang dosen, target utamanya tentu saja memperoleh gelar profesor. Jabatan, menurut dia hanya tugas tambahan dalam sebuah struktur kerja.

Langkah dilakukan untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, menurut wanita yang pernah menjadi rekan kuliah Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid saat menempuh program pendidikan S2 ini, adalah membuat atau menerbitkan beberapa karya buku, membuat jurnal jurnal internasional serta mengikuti seminar-seminar atau konferensi di tingkat internasional. (Panglima Nan Duo)

Komentar

Related Articles

Back to top button