
NUNUKAN – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Nunukan akan meneruskan Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Kemenag) RI Nomor 5 tahun 2022 Tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Pedoman itu mengatur tentang penggunaan volume pengeras suara saat digunakan untuk mengumandangkan adzan, pelaksanaan salat, maupun kegiatan keagamaan lainnya.
“SE Menteri Agama tersebut baru saja diterbitkan. Akan kami tindaklanjuti sesuai amanat yang disampaikan oleh Kemenag Pusat,” kata Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Nunukan, H. Muhammad Ramli, S.Ag.
Langkah awal, lanjut Ramli, akan menyosialisasikan dengan menyurati Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, Pengurus Masjid atau Musala.
“Termasuk kepada para penyuluh agama Islam di daerah ini untuk membantu menyosialisasikan SE tersebut,” tambahnya.
Mengacu pada SE yang diberlakukan terhitung sejak tanggal 18 Februari 2022 tersebut, kata Rami, ketentuan yang mengatur penggunaan pengeras suara, ditujukan baik yang ada di dalam maupun maupun di luar bangunan rumah ibadah umat Islam.
Volume pengeras suara diatur sesuai kebutuhan, maksimal 100 desibel. Poin lainnya, ketika memutar rekaman, kualitas suara juga harus diperhatikan. Demikian halnya saat bacaan akhir ayat, Sholawat atau Tarhim.
Kepala Kemenag Kabupaten Nunukan ini mengakui, penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala merupakan kebutuhan dalam ibadah bagi umat Islam. Walau tidak semua Masjid atau Musala menggunakan pengeras suara di luar. Ada juga yang hanya di dalam saja.
Namun, lanjut dia, SE Kemenag itu mengatur agar dalam pelaksanaan ibadah di Masjid dan Musala yang menggunakan pengeras suara, tidak menganggu aktivitas umat beragama lainnya.
Berdasar SE Menteri Agama dimaksud, tata cara penggunaan pengeras suara pada rumah ibadah, pemasangannya diatur terpisah antara kebutuhan yang difungsikan untuk di luar dengan kebutuhan untuk di dalam Masjid atau Musala.
Penggunaan pengeras suara waktu Sholat Subuh, sebelum Adzan dikumandangkan, -yang biasanya- dimulai dengan kumandang bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lantunan bacaan selawat atau tarhim, dapat menggunakan pengeras Suara Luar dengan waktu maksimal 10 menit sebelum Adzan.
Sedangkan kebutuhan pengeras suara untuk pelaksanaan sholat subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh, hanya menggunakan pengeras suara dalam.
Untuk salat Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya, lantunan rekaman ayat-ayat Al-Qur’an atau salawat/tarhim sebelum Adzan dikumandangkan, diperbolehkan menggunakan pengeras suara luar dengan waktu maksimal 5 menit.
“Setelah Adzan maka pengeras suara yang digunakan adalah untuk kebutuhan di dalam Masjid atau Musala,” kata Muhammad Ramli.
Ketentuan pada Salat Jumat, lantunan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sholawat atau Tarhim yang menggunakan pengeras suara luar ruangan ditoleransi paling lama 10 menit sebelum memasuki waktu Adzan.
Sedangkan penyampaian pengumuman mengenai petugas Salat Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jumat, Salat, zikir, dan saat berdoa, menggunakan pengeras suara dalam.
Sedangkan pada kegiatan Syiar Ramadan dan Upacara Hari Besar Islam lainnya, menggunakan pengeras suara dalam. Misalnya pada pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan Tadarrus Al-Qur’an.
Penggunaan pengeras suara untuk kebutuhan lantunan Takbir pada tanggal 1 Syawal atau 10 Zulhijjah di Masjid atau Musala, dapat dilakukan menggunakan pengeras suara luar hanya hingga Pk. 22.00 waktu setempat. Selanjutnya dapat menggunakan pengeras suara dalam.
Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha, dapat menggunakan pengeras suara luar. Sedangkan di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.
Demikian juga, pada acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) atau kegiatan-kegiatan pengajian, menggunakan pengeras suara dalam. Kecuali jika pengunjung tablig melimpah hingga ke luar arena Masjid atau Mushala, pengeras suara luar dapat digunakan. (DEVY/DIKSIPRO)