Nunukan

Sekolah Non Formal Diminati ‘Pemburu’ Ijazah palsu

Isna : “Banyak yang datang minta secara non prosedural,”

NUNUKAN – Lembaga Pendidikan Non Formal ternyata rawan menjadi sasaran orang yang ingin mendapatkan sertifikat atau dokumen bukti telah lulus mengikuti kegiatan proses belajar mengajar tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Dengan kata lain, mendapatkan ijazah secara instan, tanpa melalui prosedur yang benar melalui lembaga pendidikan yang satu ini menjadi salah satu cara yang banyak diminati.

Jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat oleh instansi pemerintahan terkait maupun komitmen dari pengelola lembaga pendidikannya, potensi praktik jual beli ijazah palsu sangat berpotensi terjadi.

Selain terungkapnya sejumlah kasus penggunaan ijazah palsu pada beberapa penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahun 2021 di Kabupaten Nunukan beberapa waktu lalu, indikasi ijazah palsu -produk lembaga pendidikan non formal- menjadi incaran orang, dibenarkan oleh Kepala Satuan Pendidikan Sanggar Kegiatan Belajar (SP-SKB) Nunukan, Isna Faridah, S.Pd, SD.

Isna mengakui, saat ini program pendidikan kesetaraan pada lembaga pendidikan yang dia pimpin, baik program Paket A, Paket B maupun Paket C, sangat minim peserta didik.

Namun orang yang datang menemuinya melakukan lobi untuk bertransaksi agar diberikan ijazah program Paket secara ilegal dengan imbalan rupiah melalui praktik jual beli, cukup banyak.

“Secara tegas semua permintaan serupa itu langsung saya tolak. Tidak satu pun pernah ada yang saya akomodir,” kata Isna.

Kebanyakan ‘pemohon’ yang menemuinya, lanjut Isna adalah orang yang ingin mendapatkan ijazah program Paket B dan paket C. Namun untuk tujuan apa ijazah paket palsu tersebut akan digunakan, Isna tidak pernah menanyakan sampai ke situ. Termasuk berapa besaran biaya yang ditawarkan untuk mendapatkan ijazah secara ilegal dimaksud.

“Saya tidak menanyakan akan digunakan untuk apa. Karena sengaja tidak membuka peluang untuk berdiskusi panjang lebar. Tidak bisa, itulah jawaban singkat dan tegas dari saya,” terang Isna.

Memiliki komitmen yang cukup tinggi terkait dunia pendidikan, Isna juga memastikan tidak akan tergiur dengan besaran biaya yang ditawarkan terhadap praktik-praktik serupa itu.\

Seperti pernah diberitakan media ini, pasca pelaksanaan Pilkades tahun 2021 lalu di Kabupaten Nunukan, terungkap dua kasus penggunaan ijazah Paket B yang digunakan oleh calon peserta Pilkades.

Masing-masing dari kasus tersebut, baik yang terjadi di Desa Sanur, Kecamatan Tulin Onsoi maupun di Desa Srinanti di Kecamatan Sei Menggaris, menempatkan Calon Kepala Desa (Cakades) yang menggunakan ijazah diduga palsu, sebagai pemenangnya.

PHL selaku Cakades pemenang Pilkades di Desa Tulin Onsoi sempat mengundurkan diri sebelum kasusnya dibawa ke ranah hukum.

Sedangkan Ud, Cakades Pemenang Pilkades di Desa Srinanti dilaporkan kepada pihak polisi oleh masyarakat Peduli Pendidikan, beberapa hari sebelum mengikuti proses pelantikannya sebagai Kades terpilih.

Hingga saat ini belum diperoleh keterangan pasti apakah Ud tetap menjalankan tugasnya sebagai Kades Srinanti definitif setelah kasusnya dilaporkan kepada Polisi atau kursi Kades di desa tersebut di diduduki oleh Plt. yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. (PND/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button