Politeknik Negeri Nunukan ‘Lahirkan’ Tenaga Siap Kerja

Foto : Direktur Politeknik Negeri Nunukan, Arkas Viddy, SE., MM., Ph.D
NUNUKAN – Kehadiran Politeknik Negeri di Nunukan dapat dikatakan menjadi salah satu jawaban menyangkut angka pengangguran yang bersumber dari lulusan Perguruan Tinggi Umum (PTU). Tidak terkecuali di daerah ini, banyak lulusan PTU ternyata terpaksa menyandang status tuna karya.
Penyebabnya bukan semata-mata terbatasnya lowongan pekerjaan tapi dipengaruhi juga oleh SDM yang ternyata belum siap bekerja kendati menyandang status sarjana lulusan perguruan tinggi atau universitas.
“Saat ini, terkait kebutuhan industri, kebanyakan lapangan pekerjaan tersedia memang membutuhkan SDM yang siap bekerja, bukan tenaga yang baru mau belajar bekerja,” demikian dikatan Direktur Politeknik Negeri Nunukan, Arkas Viddy P.hD memberikan analisanya terkait hal tersebut.
Kondisi itu setidaknya memberi gambaran masih terdapat jarak antara kualitas lulusan perguruan tinggi dengan tuntutan kebutuhan dunia usaha dan industri saat ini. Walaupun penguasaan keilmuan merupakan hal yang penting, tentu tetap harus dibarengi dengan penguasaan keahlian tertentu.
Lalu bagaimana keberadaan Politeknik Negeri Nunukan dapat disebut sebagai jawaban terhadap persoalan yang dimaksudkan tadi. Menurut Arkas tentu saja pada sistem pembelajaran yang diterapkan pada perguruan vokasional seperti Politeknik dibanding PTU.

Politeknik, diterangkan Arkas, memiliki sistem pembelajaran yang mirip dengan dunia dilapangan kerja. Mengedepankan praktik langsung dengan alat-alat yang memang difasilitasi oleh kampus. Mahasiswa akan mampu menguasai dan memahami cara kerja alat-alat yang digunakan sesuai dunia kerja.
“Sebagai perguruan tinggi vokasional, Politeknik Negeri Nunukan tentunya mengarah pada lulusannya memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri dan siap kerja,” tegas Arkas.
Berdasar hasil tracer studi yang telah dilakukan oleh beberapa politeknik, menunjukkan bahwa yang paling diminati oleh industri atau dunia kerja adalah lulusan dari program Diploma III, karena Industri cenderung membutuhkan tenaga pelaksana pada level menengah.
Informasi ini ternyata sering luput dari perhatian masyarakat, karena pemahaman yang masih kurang tentang pendidikan Politeknik. Pemahaman masyarakat di Indonesia terhadap pendidikan vokasi, salah satunya Politeknik, masih seperti dituturkan Arkas Viddy, sangat berbeda dengan keadaannya di beberapa Negara maju.
“Masyarakat pada beberapa Negara maju, seperti Australia, Swiss, Jerman ternyata lebih menyukai pola pendidikan seperti pola yang diterapkan pada Politeknik. Karena cepat bekerja setelah lulus,” Tegas Arkas.(PND/diksipro)