PMI Yang Terlantar di Nunukan Curhat Keresahan Mereka
BP2MI Nunukan Akan Surati Konsulat RI di Kota Kinabalu
NUNUKAN – Pieter Kondo Tasik, satu dari puluhan Pekerja Migran (PMI) yang saat ini terlantar di Nunukan mengutarakan keresahannya karena belum bisa kembali ke Kota Keningau, Sabah, Malaysia untuk bekerja di kota yang berjarak lebih kurang 100 kilometer dari Kota Kinabalu tersebut.
Pria yang bekerja sebagai buruh harian lepas di Kota Keningau ini mengaku bingung dan bimbang dengan keadaan istri dan empat orang anaknya yang telah dia tinggalkan selama lebih kurang satu bulan karena pulang ke kampung halamannya di Indonesia.
Namun saat ini belum bisa berkumpul bersama keluarganya di Kota Keningau lantaran belum diperbolehkan oleh pihak Kantor Imigrasi Nunukan, kembali memasuki negara Malaysia pasca terbitnya kebijakan Konsulat RI di Kota Kinabalu terhadap PMI yang ingin Kembali ke Malaysia tanpa kelengkapan dokumen untuk bekerja di negara tetangga terdekat itu.
“Di rumah (Kota Keningau), hanya saya yang bekerja untuk menghidupi keluarga. Kalau saya tidak bisa kembali ke Malaysia untuk bekerja, bagaimana kehidupan istri dan anak-anak saya di sana,” kata pria yang sudah 10 tahun terakhir berada di Kota Keningau, Malaysia.
Dijelaskan Pieter, sekitar sebulan lalu dia pulang ke kampung halaman di Toraja, setelah mendapat kabar ayahnya meninggal dunia. Karena kebutuhan untuk menghadiri prosesi pemakaman ayahnya yang diperkirakan tidak membutuhkan waktu terlalu lama berada di Indonesia itulah dia pulang kampung hanya melengkapi diri dengan dokumen keimigrasian berupa paspor.
Lagipula, sebagai tenaga buruh harian lepas yang tidak mempunyai majikan tetap, tentunya pria berusi 56 tahun ini tidak mungkin mengantongi dokumen perjanjian kerja dari pihak perusahaan manapun di Malaysia.
Selain kondisi keuangannya selama di Nunukan yang semakin menipis. kebingungan Pieter juga karena risau dengan keadaan istri dan anaknya yang menunggu di Keningau. Apalagi tidak ada komunikasi yang bisa dilakukan selama dirinya terlantar di Nunukan.
Nyaris sama, alasan penyebab kepulangan ke kampung halaman di Indonesia karena orang tuanya meninggal dunia, salah seorang PMI lainnya, Lusia Binti Johanes (38) sambil berderai air mata saat menuturkan kebimbangannya terhadap anak dan suaminya yang menunggu kembalinya dia ke Kota Kinabalu.
Apalagi menurut IRT yang bekerja sebagai asiten rumah tangga di kota terbesar nomor dua setelah Sarawak di Malaysia ini, anaknya masih kecil. Berusia belum cukup 2 tahun. Tentu berbeda jika dia sendiri yang merawat langsung dibanding suaminya.
Demikian juga dengan masa cuti bekerja suaminya, yang diperoleh karena harus menggantikan menjaga anak selama kepulangan istrinya ke Indonesia, hampir berakhir. Di Kota Kinabalu, Lusia masih beruntung karena masih diperbolehkan oleh majikannya membawa anak saat bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Kendati selama tertahan di Nunukan masih bisa menumpang di rumah kerabatnya, Lusia juga memastikan, saat ini hampir kehabisan uang bekal yang ada padanya. Namun yang paling membuatnya risau adalah keadaan anak dan pekerjaan suaminya yang bisa saja sewaktu-waktu diberhentikan dari tempat dia bekerja karena masa cutinya berakhir.
Baik Lusia maupun Pieter sangat berharap adanya perhatian dari pemerintah untuk turun tangan menyikapi segera permasalahan yang tengah mereka serta puluhan PMI lainnya yang saat ini terlantar di Nunukan. Karena mereka tidak tahu sampai berapa lama lagi kebijakan larangan Konsulat RI di Kota Kinabalu itu dicabut.
“Keadaan kami di sini (Nunukan) juga keluarga di Sabah betul-betul sedang susah. Kami berharap dari pemerintah tolong segera bantu kami agar dapat masuk dan kembali bekerja di Malaysia,” tambah Lusia.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, puluhan PMI yang bekerja di Sabah saat ini tertahan di Nunukan karena belum memperoleh endorse memasuki kota Kinabalu dari Konsulat RI di Kota Kinabalu lantaran tidak dilengkapi legalitas dokumen yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka di negara tetangga tersebut.
Buntutnya, pihak Kantor Imgrasi Nunukan tidak mengijinkan para PMI yang tengah melakukan perjalanan mengunjungi keluarga di Indonesia tersebut kembali ke Malaysia, khususnya di wilayah-wilayah dibawah kewenangan Konsulat RI di Kota Kinabalu jika dokumen ketenagakerjaan mereka tidak lengkap.
Kebijakan yang berbeda dibanding dengan Konsulat RI yang ada di Kota Tawau yang tetap memberikan endorse untuk PMI yang bekerja di Kota Tawau dan wilayah sekitarnya.
Upaya yang dilakukan oleh BP2MI dalam membantu permasalahan yang terjadi sekarang ini, menurut Ketua Tim Penyiapan dan Penempatan di BP2MI Nunukan, Wina, pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan Konsulat RI di Kota Kinabalu.
Namun oleh Konsulat RI di Kota Kinabalu memastikan kebijakan mereka merubah larangan dimaksud jika pihak BP2MI Nunukan ada melayangkan surat permintaan agar pihak Konsulat menerbitkan endors yang diinginkan untuk para PMI yang tengah tertahan di Nunukan saat ini.
“Nah, itu kan tentu menjadi ‘bola api’ yang diarahkan kepada kami, mengingat keberangkatan PMI ke luar negeri, sudah jelas harus sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yakni harus disertai dengan segala dokumen yang disyaratkan,” kata Wina.
Jika sama-sama mengacu pada UU tersebut, lanjut Wina, kenapa harus BP2MI menyurat lagi kepada pihak Konsulat. Sehingga Upaya tersebut akhirnya mentok lagi.
Namun demikian, lanjut Wina, langkah berikut yang juga telah dilakukan adalah mengomunikasikan dengan Deputi Ketenagakerjaan terkait permasalahan PMI dengan kondisinya sekarang.
Komunikasi yang dibangun juga disertai dengan penjelasan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BP2MI, Komber POL. FJ. Ginting terkait realita yang terjadi di lapangan. Sehingga akhirnya diputuskan BP2PMI akan menyurati Konsulat RI di Kota Kinabalu sesuai seperti permintaan sebelumnya.
“Saat ini kami masih dalam tahap menyusun draft surat yang akan dikirim ke Konsulat RI yang ada di kota Kinabalu,” terang Wina yang berharap permasalahan PMi yang saat ini tertahan di Nunukan bisa segera terselesaikan. (ADHE/DIKSIPRO)