Nunukan

Perusahaan Membangkang, Tidak Gubris Undangan DPRD Nunukan

NUNUKAN – Untuk kesekian kalinya, PT. Karangjoang Hijau Lestari (PT. KHL) kembali tidak menggubris undangan DPRD Nunukan untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait permasalahan lahan perkebunan yang dipersoalkan sekelompok masyarakat adat.

Seperti pada RDP yang digelar Kamis (24/6) lalu. Hearing yang bertujuan mencari solusi dari permasalahan lahan antara kelompok masyarakat dengan PT. Bulungan Hijau Perkasa (PT. BHP) yang tergabung dalam group PT. KHL tersebut kembali tidak dihadiri satu orang pun perwakilan dari kedua perusahaan itu.

Penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat adat yang meliputi 6 desa di Kecamatan Lumbis versus PT. BHP terus berlarut-larut. Kelompok masyarakat adat yang meliputi Desa Patal I, Desa Patal II, Desa Lintong, Desa Pulubulawan, Desa Taluan dan Desa Podong mengklaim 20 persen dari luas lahan adat mereka masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT. Bulungan Hijau Perkasa (BHP).

Disebutkan, luas wilayah tanah adat masyarakat dari 6 desa kelompok patal yang masuk dalam HGU PT. BHP lebih kurang 3.760, 74 Ha dan itu belum dilakukan sosialisasi ganti rugi areal.

Memperjuangkan klaim mereka, kelompok masyarakat tersebut membawa persoalan itu kepada wakil rakyat di DPRD Nunukan. Atas aspirasi ini DPRD menggelar hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan Pemerintah Daerah guna mendalami masalah serta solusi yang akan diberikan.

Dihadapan anggota DPRD, masyarakat adat tersebut menyampaikan tuntutannya terhadap perusahaan agar setiap desa yang terlibat mendapatkan kompensasi dana CSR sebesar Rp. 200 juta per tahun, memprioritaskan penerimaan tenaga kerja lokal baik di bidang SPKL, mandor, administrasi sederhana (Kerani), asisten, maupun manager tanpa melalui tes.

Tuntutan lainnya, wilayah tanah adat masyarakat dari enam desa yang telah dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh PT. BHP tidak ditelantarkan tapi diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan agar produktif sesuai peruntukannya.

Selaku Kepala Desa Taluan di Kecamatan Lumbis, Nasution membeberkan terkait tuntutan mereka didasari ketentuan yang menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mendapatkan izin HGU wajib hukumnya membangun kebun plasma sebesar 20 persen dari luas HGU berserta sertifikat tanah.

“Kami tidak akan bertindak seperti ini kalau memang tidak ada dasar ketentuannya. Kemudian, PT.BHP juga telah melapor kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan telah membuka kebun plasma seluas 2.483,04 Ha (204,84 %) dari luas HGU,” ujar Nasution.

Dasar lainnya yang dijadikan acuan atas tuntutan tersebut, masih seperti dikatakan Nasution adalah kewajiban perusahaan dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan Peraturan Penanam Modal (PM) dan Perseroan Terbatas (PT).

“Namun kenyataanya, CSR yang dijalankan perusahaan tidak maksimal bahkan terkesan membuat konflik di tengah masyarakat,” terang Nasuiton.

Lagi pula dana CSR baru diberikan perusahaan dalam kurun enam tahun untuk satu desa. Mestinya, lanjut Nasution, agar dapat dirasakan manfaatnya, dana CSR tersebut secara rutin diberikan setiap tahun secara bergiliran dari satu desa ke desa lainnya yang berhak.

Tidak kunjung ditemukan titik terang penyelesaian masalah ini, antara lain disebabkan bandelnya sikap perusahaan memenuhi undangan hearing, DPRD merencanakan akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) sebagai tindak lanjutnya.

“Setelah rapat ini kami (DPRD) segera rapat internal untuk membentuk Pansus. Selanjutnya, dalam waktu dekat Pansus yang terbentuk akan menggelar pertemuan untuk menyikapi permasalahan ini,” ujar Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Andi Krislina.

Menurut Andi Krislina, Pansus yang terbentuk nanti, akan bersikap lebih tegas dengan turun langsung ke lapangan menemui pihak perusahaan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan perwakilan masyarakat adat. (DIA/DIKSIPRO.COM)

Komentar

Related Articles

Back to top button