
NUNUKAN – Perkara pencabulan terhadap anak di bawah umur di Nunukan, oleh terduga pelaku bernama Muj terhadap korbannya Mawar (3) belum dapat segera dibawa ke meja hijau di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan, seperti diharapkan keluarga korban.
Sebab, pada Rabu (10/9/2025) Jaksa mengembalikan berkas perkaranya kepada penyidik di kepolisian atas pertimbangan hasil penyidikan yang dinilai belum memenuhi petunjuk hukum yang berlaku. Artinya, berkas perkara tersebut harus lebih disempurnakan lagi.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Nunukan, Arga Bramantyo Cahya Sahertian, S.H., menyatakan bahwa pengembalian berkas merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang berlandaskan asas kehati-hatian. Ia menegaskan bahwa Kejaksaan tidak akan melanjutkan perkara ke tahap penuntutan tanpa bukti yang benar-benar kuat dan tidak menyisakan keraguan.
“Kami berpegang pada asas In Criminalibus Probantiones Bedent Esse Luce Clariore, yang berarti pembuktian harus lebih terang dari sinar matahari,” ujar Arga. Menurutnya, asas ini menjadi landasan untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan akurasi dan integritas maksimal.
Dua poin utama yang menjadi sorotan Kejaksaan adalah visum et repertum dan hasil pemeriksaan psikologis korban. Meski visum telah dilakukan, ditemukan ketidaksesuaian antara hasil visum dan alat bukti lainnya, sehingga diperlukan keterangan ahli tambahan untuk memperkuat validitas medis dalam konteks hukum.
Arga menjelaskan bahwa visum yang komprehensif sangat penting untuk memastikan bahwa bukti fisik benar-benar mendukung unsur pidana yang dituduhkan. Tanpa keterangan ahli yang memperjelas visum, proses pembuktian di persidangan bisa menghadapi tantangan serius.
Terkait pemeriksaan psikologis, Kejaksaan mengakui bahwa Mawar telah diperiksa oleh psikolog klinis. Namun, hasil pemeriksaan tersebut dinilai belum teridentifikasi secara memadai dalam berkas perkara, sehingga perlu pendalaman lebih lanjut dari penyidik.
Psikolog yang menangani Mawar menyatakan bahwa korban mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), dengan gejala khas korban kekerasan seksual anak. Gejala tersebut meliputi ketakutan ekstrem, ketidakstabilan emosional, dan respons traumatis saat diperlihatkan foto tersangka.
Respons emosional Mawar terhadap foto tersangka dinilai sebagai indikator ingatan traumatis yang kuat. Psikolog menyebut bahwa reaksi tersebut bukan hasil sugesti, melainkan refleksi dari pengalaman langsung yang membekas dalam memori anak.
Selain pemeriksaan psikologis, Mawar juga telah menjalani metode body mapping bersama Pekerja Sosial (Peksos). Dalam sesi tersebut, Mawar bahkan mempraktikkan bagaimana pelaku mencabulinya, yang menjadi bukti perilaku traumatis berbasis pengalaman nyata.
Penyidik Polres Nunukan menyatakan bahwa proses penyidikan tetap berjalan meski masa penahanan tersangka Muj telah berakhir pada Jumat, 12 September 2025. Selama tidak ada surat penghentian penyidikan, berkas akan terus dilengkapi sesuai petunjuk Kejaksaan.
Menurut penyidik kepolisian, tantangan utama saat ini adalah melengkapi keterangan ahli visum dan memperkuat hasil pemeriksaan psikologis agar dapat memenuhi standar pembuktian yang diminta oleh Kejaksaan. Koordinasi lintas lembaga sedang dilakukan untuk mempercepat proses ini.
Keluarga korban menyampaikan kekhawatiran mendalam atas lambannya proses hukum. Mereka telah mendampingi Mawar melewati trauma berat dan berharap agar keadilan tidak hanya menjadi janji, tetapi benar-benar diwujudkan melalui tindakan hukum yang tegas.
“Kami sudah berjuang mendampingi anak kami. Sekarang kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai pelaku bebas karena berkas belum lengkap,” ujar Yu, ibu korban, dengan suara bergetar.
Keluarga juga meminta agar aparat penegak hukum memperhatikan kondisi psikologis Mawar yang semakin memburuk akibat ketidakpastian hukum. Mereka berharap proses ini tidak berlarut-larut dan segera memasuki tahap penuntutan.
Harapan terbesar keluarga adalah agar negara hadir secara nyata dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Mereka percaya bahwa bukti yang ada sudah cukup kuat, dan kini tinggal menunggu keberanian hukum untuk bertindak.
Kejaksaan dan Kepolisian kini berada di bawah sorotan publik. Transparansi, ketegasan, dan komitmen terhadap perlindungan anak menjadi ujian nyata dalam kasus ini. Keadilan bagi Mawar bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kemanusiaan. (WIRA/DPRO)