Pendidikan

Membuka Usaha Tata Busana Terkendala Modal Awal

Isna : "Tidak ada kepedulian perusahaan melalui program CSR,”

NUNUKAN Salah satu program kegiatan pada Sanggar Kelompok Belajar (SKB) Nunukan adalah kursus tata busana atau lebih familiar di tengah masyarakat dikenal dengan istilah menjahit pakaian.

Namun sejak dimulainya program ini pada tahun 2019 lalu, minat masyarakat masih sangat minim untuk mengikutinya. Misalnya saja, pada dua kali pelaksanaannya di tahun 2019 dan tahun 2020, paling banyak peserta terdaftar yang mengikuti hanya 5 orang.

Sedangkan pada tahun 2021, karena alasan pandemi Covid-19 program ini ‘diliburkan’
Kendati tidak dibebani biaya pendaftaran, minimnya peserta kursus tata busana tersebut, menurut Kepala SKB Nunukan, Isna Faridah, S.Pd, SD, tidak terlepas dari masih terbatasnya potensi peluang usaha tata busana di daerah ini.

“Masyarakat bingung, setelah selesai kursus mau diapakan keterampilan mereka. Karena kebutuhan masyarakat terhadap usaha menjahit belum seramai di kota-kota besar,” terang Isna.

Selain itu, lanjut dia, kebanyakan yang ingin membuka usaha tata busana juga terbentur dengan permodalan pengadaan peralatan yang dibutuhkan. Terutama mesin jahit dan sejumlah perlengkapan lain yang dibutuhkan.

Sejauh ini, program kursus tata busana dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di SKB Nunukan, menurut Isna, baru sebatas membekali pesertanya dengan keterampilan. Belum disertai dengan membekali permodalan.

Upaya membantu masyarakat yang telah menuntaskan kursus dan ingin membuka usaha tata busana namun terhambat pada kebutuhan modal awal usaha, SKB telah mencoba beberapa kali melakukan pendekatan-pendekatan kepada sejumlah perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Namun upaya tersebut tidak kunjung membuahkan hasil.

“Sama sekali tidak ada respon dari perusahaan-perusahaan yang ada di daerah ini untuk membantu melalui program CSR mereka,” tegas Isna. (PND/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button