NUNUKAN – Selain batal digelar, hal lain yang menarik dari rencana aksi demonstrasi massa menolak sejumlah Tempat Hiburan Malam (THM) di Sebatik, adalah berkurangnya jumlah pejabat yang dituntut untuk dicopot dari jabatannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, atas nama masyarakat, LSM Ambalat yang mengkoordinir rencana aksi demonstrasi, melalui Surat Pemberitahuan (SP) aksi yang akan digelar, menyebut 4 pejabat yang harus dicopot oleh pimpinan berwenang masing-masing institusi.
Keempat perjabat dimaksud adalah Camat Sebatik Utara, Kapolsek Sebatik Timur, Kepala Desa Sei Pancang, serta Komandan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nunukan, dengan alasan, selaku pihak berkompeten, selama ini terkesan membiarkan aktivitas THM ilegal berlangsung walau sudah mengetahui adanya keluhan masyarakat.
Namun Belakangan, dilakukan revisi pada SP bernomor : Istimewa/Sek-LSM- Ambalat/X/2023 tersebut. Hanya menyisakan dua pejabat yang diminta untuk dicopot, yakni Camat Sebatik Utara dan Dansat Pol PP Nunukan.
Dedy membantah jika diduga keluarnya jabatan Kapolsek Sebatik Timur dan Kades Sei. Pancang dari daftar pejabat yang dituntut untuk dicopot akibat adanya intervensi atau tekanan dari pihak tertentu.
Dijelaskan, revisi tersebut dilakukan setelah diperoleh informasi dan fakta terbaru di lapangan bahwa Wisnu selalu Kapolsek Sebatik Timur dan Kaharuddin selaku Kades Sei Pancang sebenarnya berada dipihak masyarakat yang menuntut THM liar yang meresahkan di Sebatik itu ditutup.
Kapolsek (Sebatik Timur), menurut Dedy, jauh sebelumnya aktif melakukan pendekatan persuasif kepada pengelola THM agar menghentikan usaha mereka yang tidak memiliki izin tersebut.
Sedangkan Kades Sei Pancang selama ini cukup intens memberikan dukungan moril terhadap aspirasi masyarakat termasuk support memobilisasi pergerakan LSM dan massa yang akan berunjuk rasa.
Keinginan masyarakat Sebatik bersama LSM Ambalat serta pendampingan hukum dari salah seorang pengacara di Sebatik, Dedy Kamsidi agar aktivitas THM tidak berizin tersebut dihentikan, disebut-sebut sempat mendapat perlawanan ‘perang psikologis’ dari pelaku usahanya.
Perang psikologis tersebut dibuktikan melalui postingan-postingan status di media sosial yang mengesankan upaya menghentikan aktifitas THM yang mereka kelola tidak akan membuahkan hasil seperti yang diinginkan. (ADHE/DIKSIPRO)