HukumNunukan

LSM Ambalat di Sebatik Tuntut 4 Pejabat Dicopot

Buntut Protes Masyarakat Terhadap Aktifitas THM Tanpa Ijin

NUNUKAN – Protes masyarakat terhadap beroperasinya sejumlah Tempat Hiburan Malam (THM) tidak berijin di Sebatik melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ambalat ternyata berbuntut tuntutan pencopotan terhdap sejumlah pejabat institusi di daerah ini.

Berdasar isi surat bernomor : Istimewa/Sek-LSM-Ambalat/X/2023 terkait pemberitahuan rencana aksi demonstrasi massa yang diterbitkan di Sebatik, Ahad (22/10/2-23) terdapat  4 pejabat yang dituntut untuk dicopot oleh pimpinan berwenang masing-masing Institusi, adalah pejabat Camat Sebatik Utara, Pejabat Kapolsek Sebatik Timur, Kasat Pol PP Nunukan serta Kepala Desa Sei Pancang.

Tuntutan agar keempat pejabat tersebut dicopot dari jabatannya, seperti dikatakan advokat pendamping LSM Ambalat, Dedy Kamsidi, S.H, karena terindikasi ada semacaam pembiaran terhadap praktik-praktik illegal yang melanggar Perda Kabupaten Nunukan Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum.

“Disebut ada semacam pembiaran, karena keresahan masyarakat terhadap beroperasinya THM illegal tersebut sudah berlangsung cukup lama namun tidak ada tindakan dari pihak-pihak dimaksud  mengambil sikap dengan kewenangan dan tupoksinya masing-masing,” terang Dedy.

Selain menuntut dilakukan pencopotan terhadap sejumlah pejabat, mengacu pada isi surat dengan Perihal Pemberitahuan Aksi Demonstrasi yang akan dilakukan pada Rabu, 25 Oktober 2023 tersebut, LSM Ambalat yang mendesak Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Satpol PP segera menutup secara permanen THM yang mereka persoalkan.

Poin lainnya, meminta aparat berwenang segera menangkap dan mengadili para pelaku penyedia layanan prostitusi dan menertibkan peredaran minuman beralkohol yang tidak mengantongi ijin serta mengusut tuntas oknum aparat yang diduga terlibat dalam kegiatan pada beberapa THM dimaksud.

Dikonfirmasi terkait adanya tuntutan pencopotan sejumlah pejabat oleh LSM Ambalat seperti yang telah disebutkan, salah seorang diantaranya, yakni Komandan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nunukan, Mesak Adianto, menanggapinya datar.

Menurutnya, hal tersebut wajar dilakukan oleh masyarakat oleh yang  belum terakomodir keinginannya atau bentuk dari rasa ketidak puasan. Namu yang perlu dicatat, menurut Mesak Adianto, dirinya baru menjabat selama 2 bulan sebagai Komadan satpol PP Nunukan.

Dalam masa sesingkat itu, lanjut dia, harus dilihat juga sudah banyak hal-hal yang dilakukan terhadap tugas dan tanggung jawab serta fungsi Satpol PP dalam menegakan Perda maupun Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan perlindungan Masyarakat.

Terkait THM tidak berijin di Sebatik yang keberadaannya sudah sejak lama, bahkan sebelum Kabupaten Nunukan terbentuk, namun baru sekarang dipersoalkan, menurut Mesak Adianto, sebenarnya sudah ada beberapa kali dilakukan mediasi oleh Pemkab Nunukan terkait kesepakatan jam buka atau beroperasinya THM tersebut.

Bahkan pada kesepakatan terakhir yang dicapai pada bulan Agustus 2023 lalu, yang melibatkan masyarakat sekitar lokasi THM, pemilik usaha, Pemerintah Kecamatan, Kepolisan dan Koramil menyepakati toleransi jam beroperasinya THM tersebut sejak Pk 20.00 Wita hingga Pk. 00.00 Wita.

“Wajar jika kemudian masyarakat mengajukan keberataan karena belakangan diketahui pihak pelaku usaha THM melanggar kesepakatan tentang batas waktu buka mereka.,” terang Mesak Adianto yang memastikan THM yang mendapat protes dari warga tersebut memang belum memiliki ijin beroperasi.

Bahwa kemudian pihak Satpol PP Nunukan menerbitkan Surat Peringatan (SP) kepada para pelaku usaha yang telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama, menurut Mesak sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOPO) pada kewenangan mereka.

Jika ada, pihak-pihak, baik perorangan maupun badan hukum yang usahanya menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban umum, maka sapol PP dapat memberikan surat teguran.

“Surat teguran itu bagian dari bentuk pembinaan kami yang bermuara kepada ketertiban di tengah Masyarakat,” terang Mesak.

Surat Peringatan pertama yang diberikan, lanjut dia, akan menjadi acuan mereka berikutnya untuk memberikan teguran yang lebih tegas lagi jika masih terjadi pelanggaran. Bahkan  bisa sampai dilakukan penutupan terhadap usaha yang dikelola masyarakat tersebut. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button