Nunukan

Mengemudi Angkot di Nunukan Seperti ‘Berjudi’

Baharuddin : “Harga BBM naik, penumpang sepi,”

NUNUKAN – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tapi angkutan penumpang malah sepi, menjadi dilema bagi para pengemudi Angkutan Kota (Angkot) di Nunukan untuk menaikkan tarif penumpang.

Dengan tarif Rp 7000 per orang untuk biaya angkutan dalam kota, Angkot di daerah ini memiliki kompetitor yang sangat ketat, yakni angkutan jenis kendaraan bermotor roda dua atau Ojek.

Walau mematok biaya sebesar Rp 10.000 untuk penumpangnya, Ojek lebih sering menjadi pilihan calon penumpang perorangan. Karena tidak harus menunggu lama untuk segera diantarkan ke tempat tujuan.

Berbeda dengan pengemudi Angkot yang harus berpikir berkali-kali jika hanya mengantarkan 1 orang penumpang karena pertimbangan pengeluaran BBM yang akan digunakan.

Itu sebabnya pengemudi angkot kerap menunggu mendapatkan 2 atau 3 penumpang yang diantarkan untuk satu kali perjalanan.

Baharuddin (51) merupakan salah seorang pengemudi angkot di Nunukan yang mengaku sering kebingungan dan mengeluh dengan profesi pekerjaan yang dia lakoni saat ini.

Untuk mengoperasikan Angkot yang dia kemudikan, warga Jl. Limau RT 03, Kelurahan Nunukan Selatan ini setidaknya harus menyediakan uang Rp 100 ribu per hari untuk kebutuhan BBM.

Jika tidak tersedia minimal 10 liter BBM, maka pilihannya adalah beristirahat. Tidak mengemudikan Angkotnya.

“Untuk mengembalikan modal pembelian BBM saja saya sering kesulitan. Betul-betul seperti orang ‘berjudi’ mengemudikan Angkot di Nunukan ini,” terang Baharuddin yang mengaku pernah dalam sehari hanya berhasil memperoleh uang sebesar Rp 70 ribu.

Melayani juga angkutan carteran anak sekolah, menurut Baharuddin belum bisa banyak membantunya. Tetap saja pengeluaran lebih besar dibanding hasil yang dia dapatkan.

Saat ini ada 4 siswa sekolah yang berlangganan antar jemputnya dengan biaya sebesar Rp 250 ribu perbulan setiap orang. Hasil itu masih belum setara dengan BBM yang dibutuhkan.

Untuk memperoleh biaya hidup tambahan, pria yang sudah menekuni pekerjaan sebagai pengemudi Angkot di Nunukan selama 7 tahun ini menggunakan waktu luangnya untuk berkebun. Menanam berbagai jenis tanaman yang hasilnya bisa dijual.

Angkot yang dia kemudikan, memang merupakan milik sendiri. Dibeli dengan cara cicilan dengan pemilik sebelumnya yang tidak lain adalah mantan majikannya mengemudikan Angkot.

“Saat itu majikan saya memutuskan untuk menjual Angkotnya karena pertimbangan penumpang sepi. Saya memberanikan diri membelinya secara cicilan,” terang Baharuddin.

Memiliki Angkot sendiri, Baharuddin berharap biasa memperbaiki ekonomi keluarganya. Namun yang dijalani terasa lebih berat. Selain menangung istri dan dua anaknya yang masih sekolah, pria asal Sulawesi Selatan ini juga harus menyediakan uang sebesar Rp 1,5 juta perbulan untuk membayar cicilan Angkot yang dia beli serta biaya perawatan kendaraan.

Dia dan rekan-rekan seprofesinya sebenarnya sangat berharap ada kabijakan dari Pemerintah Daerah untuk menaikkan tarif ongkos angkutan penumpang. Namun menjadi dilema karena disadari dengan tarif seperti saat ini saja mereka sulit untuk mendapatkan penumpang. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button