Kaltara

Alasan Petani Jual TBS Sawit ke Malaysia

Harga Beli Pabrik Lokal Rendah

NUNUKAN – Anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit  di tingkat petani, membuat petani di daerah ini ramai-ramai menjual TBS mereka ke Malaysia.

Misalnya, seperti yang dilakukan petani sawit di Desa Sekaduyan Taka Kecamatan Sei Menggaris yang terpaksa menjual TBS Kelapa Sawitnya ke Malaysia, melalui para pengepul yang ada.

Majid, salah seorang petani perkebunan kelapa sawit di desa tersebut mengaku hasil panen kelapa sawitnya beberapa hari terakhir, dijual kepada seorang pengepul yang selanjutnya menjualnya ke Malaysia.

“Karena harga beli sawit di Malaysia lebih bagus, hasil panen beberapa hari terakhir saya jual kepada pengepul yang akan membawa dan menjualnya ke Malaysia,” terang Majid, Jumat (08/07/2022).

Dipastikan, praktik serupa itu tidak dilakukan oleh dia sendiri tapi dilakukan juga oleh umumnya petani-petani sawit lainnya.

Menurut Majit, saat ini harga TBS yang dia jual kepada pengepul dihargai sebesar Rp 1.300.000 per ton. Sedangkan bila dijual kepada PT. Permata Nusa Sejahtera (PNS) melalui CV Sunarti (SN) hanya sebesar Rp 1.090.000 per ton. Malah jika penjualan melalui Koperasi Tani & Nelayan (TN) harganya hanya sebesar Rp 1.020.000 per ton.

Masing-masing dari setiap harga jual itu juga harus dipotong lagi dengan biaya angkut sebesar Rp 400.000 per ton dan biaya pekerja tombak sebesar Rp 200.000 per ton.

Untuk mengangkut sawit hasil panen ke tempat pengepul yang berjarak sekitar 40 kilometer, masih seperti dikatakan Majid, sebenarnya melewati dua Pabrik Kelapa Sawit (PKS) perusahaan milik Indonesia.

Namun karena pihak PKS yang ada dianggap semena-mena dalam menentukan harga TBS yang tidak mengacu pada ketetapan Pemerintah Provinsi, pilihan terbaiknya adalah menjual kepada pengepul yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan-perusahaan yang ada di Malaysia.

Selain persoalan harga beli yang lebih rendah, menurut Majid, PT Bhumi Simanggaris Indah (BSI) saat ini juga membatasi penerimaan pasokan TBS sawit dari para petani mandiri. Perusahaan tersebut hanya menerima 50 ton TBS per hari dari petani mandiri. Sedangkan total hasil panen mereka jauh di atas jumlah tersebut.

Terpisah, seorang pengepul sawit di Desa Sekaduyan Taka, Erry mengaku menyadari  tindakan penjualan TBS sawit ke Malaysia sebagai praktik tanpa melalui prosedur ekspor legal.

Namun tidak ada pilihan lain karena banyaknya petani sawit di wilayah perbatasan yang berdekatan dengan Malaysia enggan memanen buah sawit dari kebun mereka lantaran rendahnya harga beli TBS oleh pabrik-pabrik di dalam negeri.

“TBS hasil kepulan saya bawa dekat perbatasan negara.  Tidak sampai memasuki wilayah negara Malaysia. Di sana saya bertemu dengan pembeli dari Malaysia. Transaksinya dilakukan di kawasan batas negara,” beber Erry.

Kepada pembeli dari Malaysia, Erry mengaku menjual TBS seharga Rp 1.500.000 per ton. Empat hari terakhir, lanjutnya, dia sudah berhasil menjual sebanyak 40 ton sawit kepada pembeli yang berasal dari negeri jiran tersebut.

“Jika penjualan berharap kepada perusahaan dalam negeri, petani bisa dibuat ‘mati berdiri’. Karena sebagian besar mereka memiliki tanggungan utang melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang harus dicicil setiap bulan. Belum lagi untuk pemenuhan kebutuhan biaya hidup sehari-hari,” kata Erry.

Erry berharap Pemerintah Daerah maupun Provinsi tidak diam dalam menyikapi permasalahan para petani sawit di wilayah perbatasan ini. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan, katanya lagi, melakukan pendekatan kepada Pemerintah Pusat terkait kebijakan tingginya nilai pajak CPO yang berbuntut pada rendahnya daya beli TBS oleh pabrik-pabrik lokal. (INNA/DIKSIPRO).

Komentar

Related Articles

Back to top button