Batik Tulis, Alternatif Usaha WBP Lapas Nunukan Setelah Jalani Masa Pidana
NUNUKAN – Sejumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Nunukan yang mengikuti kegiatan kerja pembinaan membuat batik tulis menilai keterampilan yang telah mereka dapatkan bisa menjadi alternatif usaha usai menjalani masa pidana mereka kelak.
Dua diantara yang menyampaikan harapan demikian adalah Rus (35) terpidana kasus narkoba yang divonis pidana kurungan 8 tahun dengan denda 3 bulan serta Yul (29), juga kasus narkoba yang divonis pidana kurungan selama 6 tahun dengan denda 4 bulan.
Saat ditemui diksipro.com, Rabu (4/10/2023) lalu, Rus yang saat ini telah menjalani masa pidananya selama 4 tahun 8 bulan memilih mengikuti kegiatan kerja membuat batik tulis yang diprogramkan oleh Lapas Kelas IIB Nunukan karena memiliki keterampilan dasar melukis.
Pria yang pada masa bebasnya bekerja di sebuah bengkel sepeda motor ini ternyata memiliki keahlian teknik melukis menggunakan tekanan udara untuk menyemprotkan cat atau pewarna pada bidang kerja yang lebih dikenal dengan istilah teknik air brush.
“Saya memilih mengikuti kegiatan kerja di Lapas Nunukan membuat batik tulis karena tidak jauh dari kebisaan saya melukis. Saya biasa melukis menggunakan teknik air brush,” kata Rus.
Sementara itu, Yul seorang ibu rumah tangga (IRT) warga Kota Tarakan, tercatat menjadi WBP di Lapas Kelas II Nunukan sudah selama 3 tahun 2 bulan dari jumlah masa pidana berdasar vonis Pengadilan.
Tanpa memiliki keterampilan kerja sebelumnya, begitu menjadi warag Lapas Nunukan, Yul mengatakan ‘jatuh hati’ untuk memilih program pembinaan kerja membuat batik tulis.
Kemampuan menorehkan malam pada kain yang digambar pola atau motif, lebih dikenal dengan sebutan mencanting baru dia dapatkan sejak menjadi warga binaan di Lapas Nunukan ini.
“Diantara pembinaan kerja di Lapas Nunukan saya paling tertarik pada program kegiatan membuat batik tulis. Mengasyikkan kerjanya, menurut saya,” kata Yul.
Kelincahan tangan dan jari Yul memainkan alat canting diatas kain yang akan digambar setidaknya membuktikan keseriusannya selama tiga tahun terakhir sebagai WBP benar-benar ingin belajar hingga ke tingkat terampil membuat batik tulis.
Baik Rus maupun Yul merasa bersyukur. Walau sebagai narapidana, mereka mendapat bimbingan kegiatan yang menurut mereka sangat bermanfaat untuk diterapkan setelah nanti kembali menghirup udara bebas.
Keduanya mengaku berminat untuk menjadikan keterampilan membuat batik tulis itu sebagai usaha alternatif yang memberikan penghasilan setelah selesai menjalani masa pidana masingmasing.
Tidak sekedar bekerja mengikuti program pembinaan, menurut Teknisi Hasil Kerja pada Lapas Kelas IIB Nunukan, Muhammad Arfin, WBP yang mengikuti program kegiatan yang bersifat profit juga mendapatkan penghasilan dari hasil kerja mereka.
Termasuk warga binaan yang mengikuti kegiatan membuat batik tulis, akan memperoleh pendapatan sebesar 35 persen dari nilai harga barang yang diproduksi setelah terjual.
“Jumlah rupiah berdasar prosentase pembagian yang didapatkan akan dibagi rata bersama rekan sekelomponya,” terang Arfin.
Saat ini, lanjut dia, WBP yang mengikuti kegiatan membuat batik tulis produksi Lapas kelas IIB Nunukan berjumlah 35 orang. Rata-rata sebelumnya mereka memang belum memiliki keterampilan membuat karya warisan budaya takbenda tersebut.
“Kemampuan membuat batik tulis baru mereka dapatkan di sini (Lapas Nunukan) melalui bimbingan dan pembinaan yang diberikan oleh petugas,” terang Arfin.(ADHE/DIKSIPRO)