FeministOpini

Bahasa Ibu

Bahasa Ibu adalah bahasa pertama yang diterima, dikenali, difahami dan dipergunakan oleh manusia ketika dia lahir dan bertumbuh.

Sejatinya, Bahasa Ibu adalah bahasa daerah yang telah mengalami pergeseran dan penurunan makna. Perkawinan silang antar orang tua beda daerah, lingkungan tempat lahir dan bertumbuh kembang serta kurikulum sekolah turut memengaruhi pergeseran tersebut.

Salah satu upaya pelestarian bahasa daerah adalah dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian masyarakat. Lalu didukung oleh kurikulum kebijakan berbahasa di sekolah. Namun lingkungan yang paling banyak akan memberikan andilnya adalah lingkungan keluarga.

Dalam hal ini, orang tua diharapkan bisa memperkenalkan dan mengajarkan bahasa daerah yang mereka ketahui kepada anak-anaknya, dalam proses lahir tumbuh kembang berbahasa anak di rumah.

Anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang berbeda bahasa daerah, otomatis akan mengalami limpahan bilingual, apabila orang tuanya adalah penutur aktif serta bijak memperkenalkan dan memahamkan bahasa tersebut kepada anak-anaknya di rumah.

Berbeda jika ternyata jika kedua orang tua itu sendiri bukan penutur aktif bahasa daerah alias orang tua milenial yang sudah lupa bahkan tidak tahu bahasa daerahnya sendiri.

Maka jadilah Bahasa Indonesia atau bahasa resmi negara lain yang menjadi Bahasa Ibu si anak.

Utamakan Bahasa Indonesia

Kuasai Bahasa Asing

Lestarikan Bahasa Daerah

Dalam hal ini, melestarikan bahasa daerah hakikatnya adalah tugas kita bersama.

Betapa miris, setelah puluhan, ratusan, ribuan atau bahkan ratusan ribu bahasa daerah secara perlahan punah. Hilang akibat penuturnya yang semakin hari semakin berkurang. Kemampuan berbahasa, penguasaan terhadap suatu bahasa, entah bahasa apapun itu, jika tidak dibarengi dengan keaktifan menggunakannya sehari-hari, lambat laun -tapi pasti- kemampuan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Entah terbungkus lupa atau kebingungan pada akhirnya.

Usaha mempertahankan Bahasa Ibu, dalam hal ini adalah bahasa daerah, sangat menarik untuk dikaji dan dirembukkan bersama. Karena bahasa adalah salah satu dari sekian ciri khas suatu daerah, selain seni dan kebudayaannya.

Pokok perhatian terhadap keberadaan suatu suku bangsa sebuah daerah jangan melulu melalui kesenian tari, musik dan lagu daerah. Perihal bahasa daerah juga tidak kalah menarik dan indah dibanding dengan tarian atau musik daerah yang sering ditampilkan.

Kemampuan mengenali, mempelajari, menguasai, lalu menggunakan kemudian melestarikan bahasa daerah itu adalah suatu hal yang luar biasa. Syahdu..

Naskah kuno, cerita rakyat, prasasti, kitab, epos, lagu dan peninggalan budaya leluhur lainnya tidak lepas dari adanya unsur bahasa daerah yang dilambangkan dalam bentuk aksara di dalamnya.

Sebelum bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan, leluhur kita hanya menguasai satu bahasa, yaitu bahasa daerah. Ketika kita dan generasi berikutnya lupa, kemudian hilang dari ingatan akan penguasaan membaca dan mengucapkan bahasa daerah, maka bisa dipastikan peninggalan warisan dan karya seni leluhur hanya akan menyisakan kenang-kenangan.

Kelak, anak cucu kita hanya akan melihatnya sebagai peninggalan yang menarik untuk dilihat tanpa memahami makna besar, filosofi yang luar biasa serta tanda isyarat yang indah di baliknya.

Akhir kata, upaya pemertahanan bahasa daerah adalah tugas kita bersama. Bukan hanya sebagai guru bahasa, tetapi sebagai penutur bahasa itu sendiri.

Mari, kita sama-sama mulai memeperkenalkan, mengajarkan, memahamkan bahasa daerah kita kepada anak-anak di rumah.

Merupakan langkah awal dan kecil. Namun setidaknya anak-anak kita faham. Apakah nantinya mereka akan jatuh cinta dengan bahasa daerah lalu menjadi penutur aktif di kemudian hari, itu hal belakang.

Semoga lingkungan dan kurikulum pendidikan tentang bahasa daerah bisa membantu mereka.

Kabupaten Nunukan merupakan daerah yang multi suku dan bahasa. Sebuah daerah tujuan rantau yang menarik bagi masyarakat dari Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara maupun daerah lainnya.

Masyarakat di daerah ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari sebagai bahasa pemersatu dengan sedikit sentuhan kearifan lokal yang cenderung Melayu.

Di Kabupaten Nunukan sendiri, di Kalimantan Utara bagian Timur, pada umumnya memiliki tiga bahasa daerah. Masing-masing, Bahasa Tidung, Bahasa Dayak dan Bahasa Banjar.

Tapi yang mendominasi adalah Bahasa Tidung dan Bahasa Dayak yang merupakan bahasa dari suku lokal asli daerah Kabupaten Nunukan.

Kendati tidak memiliki aksara, kedua bahasa daerah tersebut tetap bisa dikembangkan, diperkenalkan dan difahamkan kepada masyarakat Kabupaten Nunukan secara luas, sebagai wujud dari kekayaan berbahasa.

Mengenalkannya kepada anak-anak peserta didik dalam balutan khas kurikulum berbasis kearifan lokal. Mencintai Kabupaten Nunukan berarti mencintai alamnya, masyarakatnya, budayanya, keseniannya dan tentu saja bahasanya.

.

.

Penulis adalah Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMPN 2 Nunukan

Memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, 21 Februari 2022

Komentar

Related Articles

Back to top button