NUNUKAN – Selain tidak ada hal-hal yang dapat meringankan, pelaku pembunuhan terhadap mantan kekasih lalu membakar jenazahnya, Muhammad Abu Azhar (26) yang sebelumnya diinisialkan bernama MAA, justru dinilai mempersulit kelancaran persidangan selama proses peradilan yang dia jalani.
Itu yang akhirnya membuat Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Nunukan yang dipimpin Mas Toha Wiku Aji, S.H., sepakat memutuskan vonis pidana mati terhadap Azhar yang sebenarnya hanya dituntut pidana penjara seumur hidup atas perbuatannya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Amrizal, S.H.
Di antara hal yang justru memberatkan terdakwa selama masa persidangan berlangsung, menurut Juru Bicara sekaligus Humas PN kelas II Nunukan, Andreas Samuel Sihite, S.H., selalu memberi keterangan berbelit-belit bahkan membatalkan beberapa keterangan sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah dia berikan sebelumnya.
Namun demikian, masih seperti dikatakan Andreas, Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh terdakwa guna menghindarkan dirinya dari vonis pidana mati yang telah dijatuhkan, Azhar masih memiliki kesempatan untuk melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) di Tanjung Selor.
“Terdakwa mendapat kesempatan dalam waktu tujuh hari setelah vonis yang diterima untuk melakukan upaya banding ke PT. Termasuk mempersiapkan berkas-berkas memori banding dan pemeriksaan berkas di tingkat PT, ada tersedia waktu lebih kurang satu bulan untuk sidang upaya banding itu digelar,” terang Andreas.
Terlepas dari kasus M. Azhar ini, merinci jika upaya banding seorang terpidana mati ke PT yang dilakukan untuk meringankan hukumannya mengalami kegagalan, dikatakan Andreas, terdakwa masih memiliki kesempatan untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Proses kasasi tersebut hampir sama dengan upaya banding yang dilakukan, dimulai dari pembuatan memori kasasi, pemeriksaan berkas hingga Hakim Agung akan membentuk tim Majelis Hakim yang akan menangani perkaranya hingga inkrah.
Kemungkinan pengurangan hukuman yang lebih ringan dibanding pidana mati yang telah dijatuhkan terhadap seorang terpidana mati, bisa berupa pidana penjara seumur hidup atau bahkan bisa dibebaskan jika dalam persidangan yang berlangsung Majelis Hakim dari Mahkamah Agung menemukan fakta-fakta yang dapat meyakinkan majelis hakim bahwa terdakwa tidak bersalah.
Namun jika upaya seorang terdakwa terpidana mati pada tingkat kasasi juga gagal untuk mendapatkan pengurangan hukuman dan inkrah menetapkan vonis mati tersebut maka langkah terakhir adalah mendapatkan grasi dari Presiden berdasar pertimbangan dari Mahkamah Agung.
Kendati menyebutkan bahwa eksekusi mati di Indonesia terhadap terdakwa, sesuai UU yang berlaku di Indonesia adalah menghadapi regu tembak, namun Andreas menolak untuk memberi penjelasan lebih rinci mengingat pidana eksekusi mati merupakan ranah dan kewenangan di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI.
Seperti yang diberitakan media ini sebelumnya, seorang pria di Nunukan, Muhammad Abu Azhar diganjar vonis pidana mati oleh majelis Hakim di PN Kelas II Nunukan setelah dalam proses persidangan dia terbukti secara meyakinkan telah membunuh mantan kekasihnya, Sumirah (21).
Tidak sekedar mengahabisi nyawanya, pelaku yang merasa sakit hati karena hubungan percintaan mereka diakhiri secara sepihak oleh korban, bahkan tega membakar jenazah Sumirah dalam upayanya untuk menghilangkan jejak dari perbuatannya tersebut.
Karena dinilai sadis, kasus pembunuhan di Nunukan, Kalimantan Utara ini sempat menjadi sangat viral dan menjadi perhatian banyak pihak. Isunya sempat mereda lantaran perhatian masyarakat Nunukan banyak beralih pada kasus-kasus kriminal lain yang terjadi di daerah ini yang juga cukup menarik perhatian.
Namun kasus tersebut kembali ramai menjadi perbincangan setelah pada persidangan keputusan pidana oleh Majelis Hakim yang berlangsung pada Selasa, 8 Agustus 2023 lalu, Majelis hakim yang dipimpin Mas Toha Wiku Aji, S.H., memberikan sanksi lebih berat dari tunutan JPU, Amrizal, S.H., berupa pidana penjata seumur hidup menjadi pidana mati. (ADHE/DIKSIPRO)