Internasional

Terjaring Razia Pendatang Ilegal di Malaysia, Wiwi Terpaksa Putus Sekolah

NUNUKAN – Terjaring razia penertiban Pendatang Tanpa Izin (PTI) di Malaysia, Wiwi Suryani, siswa kelas 9 di sekolah Indonesia Community Learning Center (CLC) Pasir Putih di Malaysia terpaksa putus sekolah.

Gadis berusia 16 tahun ini bersama kedua orang tuanya, Ridwan dan Boyantie serta beberapa saudaranya ditangkap oleh petugas Kantor Imigrasi Kota Kinabalu, Sabah, Malaysa Timur karena tidak memiliki izin resmi tinggal di negara tetangga tersebut.

Selain putus sekolah, bersama seluruh anggota keluarganya Wiwi terpaksa mendekam di Penjara Kota Kinabalu selama lebih kurang 7 bulan sebelum dideportasi ke Indonesia. Mereka merupakan diantara 229 PMI illegal yang dideportasi pemerintah Malaysia dan tiba di Nunukan pada Jum’at 10 Desember 2021 lalu.

Menceritakan proses penangkapan yang dialami, menurut Wiwi, operasi razia penertiban PTI oleh petugas Imigrasi berlangsung pada malam hari, sekitar Pk. 01.00 dini hari di saat mereka sekeluarga tengah tertidur pulas.

“Kami dikejutkan oleh suara keras pintu rumah yang digedor. Belum sempat dibuka, pintu sudah terbuka karena didobrak paksa dari luar,” cerita Wiwi yang mengaku saat itu mereka sekeluarga merasa sangat ketakutan.

Karena tidak dapat menunjukkan dokumen resmi tinggal di Malaysia, mereka sekeluarga diangkut petugas dan ditahan di penjara Kota Kinabalu.

Selanjutnya, mereka ditempatkan dalam ruang tahanan yang sebenarnya cukup luas. Namun karena diisi oleh banyak orang, terpaksa berdesak-desakan dengan tahanan lain yang umumnya warga Indonesia dan Filipina.

“Selama tujuh bulan kami ditahan tentunya cukup sengsara,” ungkap Wiwi.

Meski dilahirkan di wilayah Sabah Malaysia, Wiwi mengaku mereka sekeluarga memang tidak memiliki dokumen kependudukan yang sah di negeri jiran itu. Hingga dia hanya bisa mengikuti program pendidikan melalui lembaga pendidikan alternatif untuk anak-anak TKI di Sabah, Malaysia.

Selama mengikuti program pendidikan, Wiwi memang ikut tinggal bersama gurunya. Namun selama masa pandemi dan sekolah diliburkan, Wiwi kembali tinggal bersama kedua orang tuanya dan proses belajar dilakukan secara virtual sebelum akhirnya ikut tertangkap oleh petugas Imigrasi bersama orang tua dan saudara-saudaranya.

Pihak sekolah, kata Wiwi, baru mengetahui permasalahan tersebut menjelang mereka dideportasi. Sebenarnya dia masih bisa dibantu oleh Konsulat Indonesia untuk dilepaskan dari penangkapan jika saja informasi penangkapannya dapat diketahui lebih awal oleh pihak sekolah.

Menurut Wiwi, ibunya yang bernama Boyantie sebenarnya adalah orang Nunukan yang tinggal di Jl. Taman Makam Pahlawan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button