EkowisFeatureInternasionalSeni & Hiburan

Traveling ke Negara Teraman di Dunia

Selama dua hari pada pertengahan bulan Maret 2023 lalu, atau tepatnya Kamis dan Jum’at (16-17/3/2023) saya berkesempatan mengunjungi negara destinasi terpopuler di Asia Tenggara, Singapura.

Seperti biasa, saat berada di suatu tempat yang baru untuk pertama kali dikunjungi, saya selalu ‘tegelitik’ ingin membuat sebuah tulisan dari traveling yang saya lakukan. Tidak terkecuali pada liburan yang tidak terencana kali ini.

Sejak bertolak dari Bandar Udara Soekarno Hatta di Tanggerang, Kamis (16/3/2023) tepat Pk. 06.00 WIB, hingga satu jam empat puluh menit kemudian, tiba di Changi International Airport Singapura, saya masih meraba-raba, rekaman cerita apa yang nanti akan saya tulis dari perjalanan ke negara termaju di kawasan Asia Tenggara tersebut.

Yang saya pahami, sudah terlalu banyak tulisan-tulisan yang tersaji tentang negara yang memiliki luas 728,6 km ini disampaikan oleh para penulis pendahulu. Hingga kemudian saya memutuskan untuk melihat saja perkembangan berikut.

Jika ada yang layak saya tulis, akan saya tulis. Jika tidak, ya tidak apa-apa. Karena saya juga tidak ingin konsentrasi kenyamanan perjalanan ini bisa berkurang dan tidak ternikmati, terganggu lantaran tersita memikirkan cerita perjalanan yang akan saya tulis.

Keluar dari kawasan Changi Airport, kedua rekan seperjalanan saya dari Jakarta, Adhe Nur Afdi dan Faisal mengajak ke satu tempat tujuan wisata terkenal di negara tetangga ini, Sri Mariamman Temple yang berlokasi di Chinatown, South Bridge Road, Singapura.

Namun sebelumnya, kedua rekan saya terlebih dahulu mengajak agar kami mengisi perut yang terasa mulai lapar di salah satu lokasi kuliner yang berada di komplek Gedung Marina Bay Sands, 10 Bayfront Ave, Singapore. Saya yang masih ‘buta’ dengan Singapura, mengekor saja.

Walaupun belakangan akhirnya saya dibuat mengerti pilihan kedua rekan saya yang sudah biasa bolak balik ke Singapura ini memilih tempat makan siang di lokasi tersebut. Bukan samasekali tanpa alasan tertentu. Mereka ternyata menyempatkan diri untuk berhibur sejenak sambil mengadu peruntungan di Marina Bay Casino.

Saya, cukup jadi penonton.

Lelah mengelilingi beberapa ruas jalan di Chinatown, sekitar Pk. 15.00 waktu setempat kami mencari hotel terdekat untuk berisitirahat sekaligus tempat menginap semalam.

Bliss Hotel yang terletak di 62 Upper Cross St, Singapura yang jadi pilihan, konon mempromosikan sebagai salah satu hotel dengan harga rendah di pusat keramaian bandar Singapura.

Dengan sewa kamar permalan sebesar S$ 270 SGD atau lebih dari Rp 3 juta, kami mendapatkan sebuah kamar inap yang kondisinya jika di Jakarta, sepertinya kita merogoh kocek tidak lebih dari Rp 1 juta.

Tiba-tiba saya baru teringat, sejak pagi setelah menginjakkan kaki di Singapura lalu mengitari sejumlah tempat keramaian, hingga menjelang petang, ternyata saya samasekali belum melihat seorang pun anggota Singapore Police Force (SPF).

Sedikit lega, resepsionis Bliss Hotel bernama Suhai, seorang pria berkebangsaan Malaysia, ramah untuk diajak berbincang. Maklum saja, umumnya bahasa pengantar yang digunakan berkomunikasi sehari-hari di negara ini adalah Bahasa Inggris. Jadilah perbincangan kami hanya menggunakan Bahasa Melayu, yang tentunya mudah saya pahami.

Dengan pria berusia 29 tahun yang mengaku sudah lebih kurang 7 tahun berada di Singapura itulah saya kemudian mengutarakan rasa penasaran tentang belum terlihat satu orang pun anggota Polisi Singapura setelah seharian berada di negara tersebut. Termasuk Traffic Police yang di negara kita biasanya terlihat sangat sibuk bertugas mengatur ketertiban lalu lintas di jalan raya.

Tersenyum ramah melayani obrolan saya, menurut Suhai memang sulit untuk melihat Polisi Singapura berada di tempat-tempat umum di negara itu. Jika kebetulan, katanya, Polisi Singapura hanya terlihat pada pagi hari, melintas sekejap di jalan-jalan utama pusat keramaian dengan menggunakan mobil dinas patroli jenis Toyota Corolla varian SEG.

Dari penjelasan Suhai juga, saya akhirnya baru mengetahui jika Polisi Singapura jarang terlihat di tempat-tempat umum karena negara ini termasuk sebagai salah satu negara teraman di dunia untuk traveling.

Berdasar cerita kenalan Melayu ini pula saya mencoba searching, mencari lebih jauh informasi tentang status aman yang disandang negara Singapura.

Jawaban yang saya peroleh, jika Singapura didapuk sebagai negara paling aman di dunia karena memiliki sedikit kasus tindak kriminal atau persisnya, tingkat kejahatan di negara ini lebih rendah dibanding negara-negara lain. Data ini saya peroleh dari referensi penelitian startup asal Amerika Serikat, The Swiftest.

Kepatuhan rakyatnya untuk menghindari perbuatan kriminal lantaran Singapura terkenal begitu tegas memberikan sanksi hukuman yang cukup berat terhadap pelaku tindak kejahatan. Tanpa tebang pilih.

Untuk berbuat kesalahan di negaranya, warganegara Singapura tentu harus berkali-kali memikirkan ulang tindak perbuatan yang akan dia lakukan. Ketegasan pemerintah Singapura dipastikan tidak hanya terhadap pelaku tindak kriminal. Negeri yang terkenal dengan simbol Merlion itu juga memberlakukan jenis denda yang tidak kalah tegas.

Contoh kecilnya, sekedar melanggar larangan ngemil dalam perjalanan saat menggunakan transportasi kereta bawah tanah atau Moda Raya Terpadu (MRT), siap-siap saja membayar denda sebesar S$ 500 atau setara dengan nilai Rp 5,5 juta. Meludah sembarangan atau merokok di tempat yang ada larangannya, orang bisa didenda hingga maksimum S$ 1000 atau lebih dari Rp 11 juta.

Ketaatan petugas terhadap aturan yang telah ditentukan oleh negara, relatif transparan dalam pengawasannya, disebut-sebut tidak membuka celah untuk ‘atur damai’ di tempat. Singapura dianggap sebagai salah satu negara yang paling tidak korup.

Pada satu masa dulu, saya memang pernah membaca sebuah artikel tentang adanya anggota Parlemen Singapura yang dijatuhi hukuman sanksi sosial, menjadi penyapu jalan selama tiga hari hanya gara-gara dipergoki membuang tisu ke jalan raya dari balik jendela kaca mobil yang dikendarainya. Sanksi tersebut tidak boleh digantikan dengan orang lain atau orang bayaran.

Jika akhirnya saya berhasil melihat anggota Polisi Singapura, hari kedua, ketika berada di Bandar Udara Changi, beberapa saat sebelum kembali ke tanah air. Itupun yang terlihat hanya dua orang.

Seandainya tidak menandai dari uniform serta senjata yang melengkapinya, agak sulit memastikan bahwa mereka merupakan anggota Singapore Police Force dari Divisi Polisi Bandara. Dalam menjalankan tugasnya, mereka mengesankan keramahan yang layak dipuji dan terlihat menebar senyum pada orang di sekitarnya.

Komentar

Related Articles

Back to top button