Tantangan Bersatu di Balik Gurihnya Bisnis Ayam Nunukan
Harapan dari HIPMI Kala Peternak Sulit Kompak

NUNUKAN – Di balik gemerlap keberhasilan peternak mandiri seperti Riswandi, yang akrab disapa Bang Cega, industri peternakan ayam di Kabupaten Nunukan menghadapi tantangan krusial: minimnya kekompakan di antara para pemainnya.
Kondisi ini sering kali memicu perang harga yang merugikan semua pihak, menghambat potensi pertumbuhan sektor yang sejatinya strategis bagi ekonomi lokal.
Riswandi, seorang pionir yang berhasil membangun jaringan luas untuk ayam broiler dan kini merambah ayam petelur, merasakan betul dampak dari kondisi ini. Meskipun ia sukses menguasai 45-50% pasokan ayam potong di Nunukan, ia mengakui bahwa persaingan harga seringkali tidak sehat.
“Tidak ada kekompakan. Setiap peternak cenderung menjual ayam dengan harga masing-masing, yang bisa menyebabkan perang harga dan merugikan semua pihak,” keluhnya, menggambarkan fragmentasi pasar yang ada.
Upaya untuk membentuk kelompok atau asosiasi peternak yang memiliki satu suara dalam penentuan harga belum membuahkan hasil signifikan. Masing-masing peternak masih berjalan sendiri-sendiri, didorong oleh kebutuhan segera untuk menjual produknya tanpa koordinasi yang jelas.
Akibatnya, ketika panen raya tiba atau pasokan berlebih, harga bisa anjlok, menekan margin keuntungan yang sudah tipis.
Situasi ini menjadi ironis mengingat besarnya potensi Nunukan sebagai daerah perbatasan yang memiliki permintaan stabil untuk produk pangan, termasuk daging ayam dan telur. Fluktuasi harga yang disebabkan oleh ketidakkompakan ini dapat mengancam keberlanjutan usaha peternak kecil dan menengah, bahkan menghambat investasi baru di sektor ini.
Namun, di tengah tantangan ini, muncul secercah harapan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Nunukan. Ketua HIPMI Nunukan, Djiorezi Silawane, menyatakan komitmen penuh organisasinya untuk mendukung pelaku usaha di sektor peternakan, baik ayam potong maupun petelur.
“Kisah Risawandi atau Bang Cega ini adalah bukti nyata semangat kewirausahaan di Nunukan. Kami di HIPMI sangat mendukung setiap upaya pengusaha lokal untuk tumbuh dan berinovasi,” ujar Djiorezi.
Djiorezi menegaskan bahwa sektor peternakan merupakan tulang punggung ekonomi lokal yang vital.
“Kami berharap para peternak dapat semakin solid dan berkolaborasi untuk menghadapi tantangan pasar. Kekompakan adalah kunci untuk menjaga stabilitas harga dan keberlanjutan usaha,” tambahnya, menekankan pentingnya sinergi.
HIPMI Nunukan, lanjut Djiorezi, tidak hanya memberikan dukungan moral.
“Kami siap menjadi fasilitator dan jembatan untuk mencari solusi bersama, termasuk dalam penguatan jaringan dan stabilitas harga,” katanya.
Ini menandakan kesediaan HIPMI untuk berperan aktif dalam menyatukan peternak, memberikan edukasi, atau bahkan membantu merumuskan standar harga yang adil bagi semua.
Bang Cega sendiri merupakan anggota aktif di BPC HIPMI Nunukan, ia menyambut baik niat baik ini, meskipun ia tahu perjalanan untuk mencapai kekompakan itu tidak mudah.
“Memang perlu ada wadah yang kuat. Kami sebagai peternak hanya ingin ada kepastian harga, tidak terus-menerus terjebak dalam persaingan yang tidak menguntungkan,” tuturnya, menyuarakan aspirasi banyak peternak lainnya.
Transisi bisnis Bang Cega dari dominasi ayam potong ke perambahan ayam petelur juga menjadi strategi mitigasi risiko.
“Kalau ayam potong itu kadang datang ‘banjir ayam’, pasar serapan berkurang, kita jual murah,” jelasnya.
Berbeda dengan telur yang harganya cenderung stabil, bahkan di atas Rp2.000 per butir, menjadikan petelur sebagai investasi yang lebih menjanjikan dan resilient terhadap gejolak pasar.
Dengan semangat kemandirian yang telah ditunjukkan Bang Cega, adaptasi terhadap kondisi pasar, dan diversifikasi usaha ke sektor yang lebih stabil seperti ayam petelur, ditambah dukungan dari organisasi pengusaha seperti HIPMI Nunukan, potensi ekonomi di Kabupaten Nunukan dapat terus digali dan dimanfaatkan secara maksimal.
Sinergi antara peternak dan dukungan dari pemangku kepentingan, seperti yang diinisiasi HIPMI, diharapkan dapat menciptakan ekosistem peternakan yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan mampu memberikan kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh pelaku usaha di Nunukan. (WIRA/DPro)