HukumNunukan

“Penanganan KM Malindo Ekspress Terjadi Pemerkosaan Hak Kemanusiaan, “

Ketua Umum Pelayaran Laut Kaltara Pastikan Keberatannya

NUNUKAN – Penanganan kasus KM. Malindo Ekspress yang mengalami musibah kecelakaan di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan Kalimantan Utara pada Rabu (19/3/2025) lalu, menurut Ketua Umum Pelaut Kalimantan Utara, Capt. Awaluddin SSiT Mmar, sangat kacau balau.

Akibat ketidak pahaman pada aturan, dikatakan Awaluddin membuat banyak instansi yang melihat adanya kewenangan mereka dalam kasus tersebut. Akibatnya, terjadilah proses pemerkosaan hak kewarganegaraan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) kapal reguler yang melayani jalur pelayaran Nunukan – Tawau – Nunukan itu.

Diakui, dirinya terpaksa harus mengkritisi kekeliruan yang terjadi agar tidak terjadi lagi kesalahan serupa dan akan berlangsung turun temurun.

Mengutip penjelasan UU 45, tentang hak setiap warganegara mendapatkan perlakuan hukum yang setara, itu tidak diterapkan terhadap anggota organisasi yang dipimpinnya sebagai ABK KM Malindo Ekspress

“Undang Undang mengamanatkan demikian. Namun apa yang dilakukan oleh oknum petugas dari Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Nunukan. Melakukan pemanggilan untuk diperiksa terhadap ABK KM Malindo Ekspress tanpa mendasarkannya pada aturan ketentuan yang berlaku,” tegas Awaluddin.

Kepala KSKP Nunukan, Andre Azmi A., S. Tr. K., M.H. (ADHE/DIKSIPRO)

Oknum aparat penegak hukum dimaksud, kata Awaluddin seharusnya memperlihatkan tata cara hukum yang benar kepaada masyarakat. Pemanggilan oleh petugas penyidik, harus diserta surat resmi. Dan surat panggilan resmi tersebut dibuat harus menyesuikan dengan kewenangan yang dimiliki.

Karena yang dipanggil tidak datang mememui, masih seperti disampaikan Awaluddin, dilakukan penjemputan paksa pada malam hari menggunakan sepeda motor. Padahal ABK bersangkutan masih dalam kondisi shock dan tengah berduka akibat rekannya mengalami kecelakaan. Namun dia tetap di BAP sampai pagi.

Yang jadi pertanyaannya, kata Ketua Umum Pelaut Kalimantan Utara ini lagi, pertanyaan seperti apa yang diajukan petugas pembuat BAP. Apakah kronologis peristiwanya?, apakah petugas pemeriksa punya kapabilitas untuk menentukan hal itu salah atau benar.

“Saya tegaskan mereka tidak punya kapabilitas itu.  Kepolisian tidak berhak melakukannya,” ujar Awaluddin.

Tidak sampai disitu, kritikan keras juga dialamatkan pada oknum petugas dari Pol Airud yang menurut Awluddin telah mengambil railing kapal tanpa sepengetahuan awak kapal. Menjadi pertanyaan, untuk apa perbuatan itu dilakukan. Disebutkan Awaluddin, apa sebutan yang dapat diberikan kepada orang yang mengambil barang bukan haknya, tanpa diketahui si pemilik.

Atas semua kejadian ini, atas nama organisasi, Awaluddin memastikan keberatan terhadap penanganan tidak prosedural oleh oknum petugas keamanan. Baik yang melakukan pemeriksaan maupun yang melakukan intimidasi-intimidasi di lapangan.

Dijelaskan, bentuk intimidasi yang dia maksudkan, adalah pengambilan railing kapal yang terkesan menakut-nakuti pemilik maupun para awak KM Malindo Ekspress.

Di konfirmasi, Kepala KSKP Nunukan, Andre Azmi A., S.  Tr. K., M.H membantah tegas tudingan tidak prosedural untuk tindakan yang mereka lakukan dalam menangani permasalahan pada KM Malindo Ekspress.

Berdasar UU Pelayaran Pasal 278 UU No 64 Tahun 2024 Perubahan UU Nomor 17 Tentang Pelayaran, dibenarkannya bahwa penyidik Polri tidak bisa masuk ke ranah pelayaran. Kecuali setelah menerima pelimpahan dari KSOP barulah Polisi bisa menindaklanjutinya.

“Tapi kami (Polisi) juga bisa melakukan pemeriksaan jika mendasarkannya pada Pasal 759 KUHP, apabila ada terjdi kelalaian. Kenapa bisa? Karena dalam peristiwa ini sudah ada korban jiwa,” tegas Andre.

Pemanggilan terhadap ABK yang mereka lakukan, terangnya, adalah bentuk pemeriksaan awal,  guna memperoleh informasi dari bawah, yang memang boleh mereka lakukan untuk mengatahui dasar bagaimana hingga terjadi peristiwa tersebut. KSKP, lanjutnya, tidak memanggil nakhoda kapal yang saat itu masih dalam pemeriksaan KSOP.

Tujuan dari langkah-langkah yang mereka lakukan, menurut Andre agar setiap pihak terkait yang ikut melakukan penanganan kasus musibah kecelakaan kapal tersebut tidak saling menunggu. Mengingat, pada peristiwa yang sempat menjadi headline banyak media massa di Nunukan tersebut telah jatuh korban jiwa dan kasus itu sudah menjadi isu daerah. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button