Pendidikan

Peraih 4 Kali Best Graduate Yang Bertekad Politeknik Hadir di Nunukan

Wadir Bidang Non Akademik di PNN, Dr. Rafiqoh, S.E, M.M (Bagian 1)

Sejumlah nama pejabat maupun tokoh masyarakat di Nunukan menjadi figur yang memiliki andil berdirinya Politeknik Negeri Nunukan (PNN). Sebut saja di antaranya dua mantan Bupati Nunukan, Abd. Hafid Achmad dan Basri, beberapa pejabat di lingkungan pemerintahan hingga tokoh masyarakat di luar pemerintahan.

Namun tidak bisa dipungkiri, peranan yang tidak kecil juga diberikan oleh beberapa nama yang justru bukan orang Nunukan, namun memiliki andil besar agar PNN yang menjadi cikal bakal dari PDD Politeknik di daerah ini.

Sebut saja satu di antaranya, Dr. Rafiqoh, S.E, M.M wanita kelahiran Samarinda 17 Februari 1983 yang saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur Bidang Non Akademik di PNN disebut-sebut memiliki sumbangsih perjuangan yang tidak kecil agar Perguruan Tinggi Vokasi tersebut berdiri di Nunukan.

Menurut cerita Direktur PNN, Arkas Viddy, inisiatif untuk mendirikan kampus Politeknik di Nunukan saat itu diyakini bukan hal mudah yang bisa dilakukan begitu saja. Akan banyak hambatan dan tantangannya yang dihadapi.

Karenanya, selaku penggagas terwujudnya impian tersebut, dia membutuhkan rekan kerja satu tim yang memiliki kemampuan akademik yang baik, mampu menjadi team work yang dapat diandalkan serta memiliki semangat juang dan mental teruji.

Beberapa kriteria pilihan dari SDM pendamping yang dibutuhkan untuk perjuangan mendirikan Politeknik di Nunukan itu, jatuh pada wanita yang lebih akrab disapa dengan nama Fiqa.

“Saat masih di Samarinda, kami sudah biasa tergabung dalam sebuah tim kerja untuk berbagai kegiatan. Terutama dalam urusan akademi. Saya tahu betul kemampuan dan kualitas ibu Fiqa,” kata Arkas Viddy.

Jika melihat latar belakangnya, wajah cantik dengan penampilan menarik tentu saja bukan menjadi tiket yang dapat menempatkan Fiqa pada jabatan Wakil Direktur Bidang Non Akademik di PNN. Kemampuan dan pengalaman yang dimiliki, akan sulit untuk membantah jabatan tersebut dipercayakan kepadanya.

Empat kali meraih predikat sebagai lulusan terbaik pada masing-masing tingkat pendidikannya, saat menyelesaikan pendidikan D3 di Politeknik Negeri Samarinda (2003), saat menyelesaikan S1 di Universitas Mulawarman (2007), menyelesaikan S2 Magister Managemen (2011) dan pada tahun 2018 saat menuntaskan pendidikan Program doktor (S3), cukup menjadi alasan untuk menyebut Fiqa sebagai SDM yang berkualitas.

Berbekal predikat lulusan terbaik pada empat strata pendidikan tinggi tersebut tentu saja membuka kesempatan besar untuk karier pekerjaan yang cemerlang bagi dirinya.

Bahkan jauh sebelumnya, saat baru menyelesaikan program pendidikan D3 Jurusan Administrasi Bisnis di Politeknik Negeri Samarinda, Fiqa sudah diterima bekerja pada sebuah perusahaan distributor alat berat terkemuka dan terbesar di indonesia, PT. United Tracktors (UT) Tbk, di Samarinda.

Salary setiap bulan cukup besar yang diterima dari pekerjaannya pada anak perusahaan PT. Astra Tbk tersebut ternyata tidak membuat lulusan SMA Negeri 3 Samarinda pada tahun 2000 ini merasa cukup untuk tidak melanjutkan jenjang pendidikannya.

Sambil bekerja, Fiqa merasa tetap perlu terus meningkatkan jenjang pendidikannya. Hingga memutuskan kuliah untuk program S1 Jurusan Manajemen di Universitas Mulawarman. Samarinda. Konsekuensinya, dia harus pandai membagi waktu untuk bekerja dan meniti pendidikan.

“Sebuah konsekuensi yang tidak mudah. Karena saya harus menjalani keduanya sebaik mungkin. Fokus bekerja pada perusahaan yang menuntut kedisiplinan tinggi dari para karyawannya sekaligus mengupayakan menyelesaikan program pendidikan yang diikuti,” kata Fiqa.

Antara keduanya memang sangat terkait erat dan dijalani cukup berat. Dia tidak mungkin melepaskan salah satunya. Fiqa membutuhkan uang yang dia peroleh dari tempat dia bekerja saat itu untuk menanggung biaya kuliahnya.

Untuk menjaga kedua hal tersebut dapat berjalan dengan baik, Fiqa harus rela membebaskan dirinya dari kehidupan masa muda yang lebih menyenangkan pada remaja seusia dia. Apalagi pada sisi kehidupan hura-hura yang harus jauh-jauh dia tinggalkan.

Rutinitas kesehariannya pada hari kerja dan kuliah, harus lebih pagi berada di tempat bekerja sebelum jam kantor dimulai dan baru berada di rumah antara Pk. 22.00 hingga Pk. 23.00 setelah pulang dari kampus tempat dia kuliah.

“Kondisi saat itu membuat saya tidak bisa kuliah kalau tidak harus memiliki penghasilan sendiri untuk membiayainya. Banyak hal yang harus saya kalahkan pada masa usia muda demi cita-cita dan masa depan,” terang Fiqa. (Panglima Nan Duo)

Komentar

Related Articles

Back to top button