HukumNunukan

Bisnis BBM Illegal di Nunukan Semakin Tidak Terkendali

NUNUKAN – Dapat dipastikan, Pengawasan terhadap peredaran BBM (Bahan Bakar Minyak) yang lemah dapat menyebabkan berbagai masalah yang sangat merugikan masyarakat. Mulai dari penyalahgunaan subsidi, terjadi kelangkaan BBM hingga peningkatan harga.

Tidak bisa dipungkiri, kelemahan pengawasan dimaksud terjadi juga di Kabupaten Nunukan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kian marak dan semakin tidak terkendalinya jumlah para pedagang BBM eceran tidak berijin di daerah ini. Sehingga, kata ‘subsidi’ dari negara, yang sejatinya harus diperoleh masyarakat tapi yang terjadi justru dinikmati oleh para pedagang eceran illegal.

Diwawancarai sehubungan permasalahan yang terjadi, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Nunukan, Rohadi tidak bisa menghindari fakta semakin maraknya pedagang eceran BBM tidak berijin di Nunukan. Ibarat jamur di musim hujan. Bukan hanya yang menjual BBM eceran dengan menggunakan botol. Tapi juga yang berkedok melalui alat dispencer Pom Mini. Karena menurut Rohadi, yang membedakan antara keduanya hanya pada alat yang digunakan. Sedangkan praktiknya tetap sama-sama ilegal.

Namun diingatkan, banyak juga diantara sub penyalur yang mengantungi ijin resmi sudah menggunakan alat dispencer Pom Mini. Untuk yang satu ini tentu bukan diantara yang dipersoalkan.

Untuk menyikapi maraknya peredaraan BBM tidak berijin di daerh ini, Rohadi memastikan satuan kerja yang dia pimpin tidak memili domain pada urusan tersebut. Dengan kata lain yang lebih lugas, Bagian Ekonomi Pemkab Nunukan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pencegahannya.

“Terkait urusan BBM, tugas yang ada pada Bagian Ekonomi di Pemkab Nunukan hanya menerbitkan rekomendasi pendirian Sub Penyalur selaku pendistribusi terakhir BBM kepada masyarakat,” terang Rohadi.

Kendati pihaknya dapat menerbitkan rekomendasi, namun dipastikannya bahwa segala aturan yang dijadikan persyaratan dalam pendirian sebuah Sub Penyalur, ditentukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun dijelaskan, sejak BP Migas menerbitkan moratorium tentang pendistribusian BBM di tahun 2021 lalu, sudah tidak ada lagi ijin yang diterbitkan untuk pendirian Sub Penyalur. Artinya, ketika ada pihak-pihak yang mengklaim sebagai sub penyalur perpanjangan tangan dari Stasiun Pengisian bahan Bakar Umum (SPBU) didirikan setelah tahun 2021, dapat dipastikan sebagai Sub Penyalur illegal.

Data yang diberikan, keberadaan Sub Penyalur resmi di seluruh wilayah Kabupaten Nunukan yang memiliki ijin dari Kementerian ESDM berjumlah 117 Sub Penyalur. Sebaanyak 70 Sub Penyalur diantaranya berada di Pulau Nunukan. Selebihnya tersebar di kecamatan-kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nunukan. Biasanya mereka memasang plang bertuliskan data ijin yang dimiliki.

Didesak dengan pertanyaan, dari mana para pedagang eceran tidak berijin itu mendapatkan BBM jika ketentuan bahwa Sub Penyalur merupakan ‘pintu ’ terakhir dalam mendistribusikan BBM kepada masyarakat. Dan jika fungsinya tersebut dilanggar maka merupakan tindakan yang melawan  Undang-Undang Migas dengan konsekwensi sanksi hukum begitu berat.

Rohadi hanya menjawab singkat tidak tahu. Mengingat -sekali lagi seperti ditegaskan sebelumnya- satuan kerja yang dipimpinnya sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menelusuri atau mengusutnya.

Tentang langkah yang sebaiknya dilakukan sebagai solusi dalam mengatasi semakin liarnya peredaran BBM secara illegal di daerah ini, menurut Rohadiansyah, sesuai arahan pimpinan, dalam hal ini Sekretaris Daerah, segera berkoordinasi dengan instansi-instasi berkompeten lainnya untuk tujuan membentuk sebuah Tim Satuan Tugas (Satgas) yang dapat menyelesaikan persoalan itu.

“Dalam waktu dekat, langkah-langkah untuk berkoordinasi tersebut akan kami tempuh,” ujar Rohadi singkat mengakhiri wawancara. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button