PMI Deportan Banyak Alami Penyakit Kulit
Arbain : "Di antaranya ada yang stroke, tak bisa berjalan,"
NUNUKAN – Dari 148 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi Malaysia pada Kamis 25 November 2021 lalu yang yang mengalami sakit. Di antara gangguan kesehatan yang dialami warga Indonesia yang dipulangkan secara paksa dari wilayah Kota Kinabalu tersebut adalah stroke. Namun yang paling banyak adalah penyakit kulit.
Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan, Arbain menjelaskan, sebelumnya jumlah PMI yang akan dideportasi sebanyak 150 orang.
Namun sebelum diberangkatkan, berdasar hasil pemeriksaan swab PCR di Kota Tawau, 2 orang diantaranya terkonfirmasi positif Covid-19, sehingga keberangkatannya ditunda karena akan menjalani karantina di Imigrasi Tawau.
Lebih lanjut Arbain sampaikan, saat ini dua PMI yang positif menjalani karantina selama 14 hari di Depot Imigresen Tawau.
“Jika nanti sudah dinyatakan sembuh, akan dipulangkan ke Indonesia bersama PMI deportasi gelombang berikutnya,” terang Arbain.
Dua PMI yang teridentifikasi positif Covid-19 tersebut, lanjut Arbain akan menjalani masa karantina selama 14 hari. Pemulangannya nanti akan dilakukan bersama 227 PMI deportan berikutnya yang juga berasal dari Kota Kinabalu.
Dari 148 PMI deportasi yang sudah tiba di Nunukan terdata 108 orang adalah pria dewasa. Sebanyak 27 orang wanita dewasa, 27 anak laki-laki dan 9 orang lainnya adalah 4 anak perempuan.
Beberapa saat setelah tiba di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan saat itu, pemeriksaan Rapid Antigen langsung dilakukan terhadap seluruh deportan, sebelum SWAB PCR.
“Pemeriksaan Antigen lebih dahulu dilakukan untuk mengetahui lebih cepat jika ada yang terpapar Covid untuk diberikan tindakan perawatan dengan merujuknya ke RSUD Nunukan,” kata Arbain.
Namun berdasar hasil pemeriksaan awal yang dilakukan, semuanya dinayatakan negatif dari Covid-19. Berikutnya masih menunggu hasil pemeriksaan melalui SWAB PCR.
Terkait banyaknya PMI yang dideportasi kali ini mengalami gangguan penyakit kulit atau gatal-gatal, Arbain menduga terjadi saat berada dalam penampungan Rumah Merah di Tawau.
Rumah Merah adalah nama bangunan penjara yang ada di Kota Tawau yang selama ini tidak hanya digunakan untuk tahanan tindak kriminal umum yang terjadi di kota negeri jiran yang paling dekat dengan perbatasan wilayah Indonesia tersebut.
Bangunan penjara ini juga digunakan untuk menampung imigran gelap asal Indonesia yang tejaring operasi penertiban di wilayah Sabah, Malaysia Timur. Alasannya, Kota Tawau memiliki pelabuhan laut terdekat dengan daerah di negara Indonesia, yakni Kabupaten Nunukan.
“Informasi dari Konsulat di Kota Kinabalu, jadwal kepulangan PMI Deportan berikutnya direncanakan pada Minggu kedua Bulan Desember tahun ini,” terang Arbain.
Dia menyebutkan sebanyak 227 PMI ilegal yang telah terjaring operasi penertiban oleh pihak keamanan di wilayah Sabah masih berada di Rumah Merah menunggu jadwal deportasi.
Menjelaskan penanganan yang dilakukan untuk yang mengalami penyakit kulit, pada yang tahap ringan langsung diberikan obat-obatan yang tersedia.
Namun jika ada yang cukup parah, pihak BP2MI akan merujukkan ke RSUD. Sedangkan yang mengalami cukup ringan akan dijaga dan merawatnya. (DEVY/DIKSIPRO)