Petani Rumput Laut Disarankan Gunakan Batok Kelapa Sebagai Pelampung
Pesan Menteri Kelautan dan Perikanan Saat Kunker ke Nunukan
![](https://i0.wp.com/diksipro.com/wp-content/uploads/2023/04/IMG-20230401-WA0001.jpg?resize=780%2C470&ssl=1)
NUNUKAN – Salah satu hikmah dari kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono ke Nunukan, menyarankan agar petani rumput laut di Nunukan beralih menggunakan batok kelapa sebagai pelampung untuk budidaya rumput laut.
Alasannya, pelampung yang digunakan saat ini bersifat temporer dan merupakan recycling botol plastik yang tidak ramah lingkungan.
Harapan ini disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI saat berkunjung ke Nunukan, Kamis (30/3/2023) di depan awak media yang meliput kedatangan kunjungannya ke Kawasan Mamolo guna melihat langsung pengembangan budidaya rumput laut yang diusahakan masyarakat setempat.
Namun sebelumnya, kata Trenggono, harapan agar petani beralih menggunakan batok kelapa sebagai pelampung bentangan rumput laut menggantikan botol plastik bekas tersebut telah disampaikan kepada Wakil Gubernur Kalimantan Utara, Yansen Tipa Padan yang ikut mendampingi perjalanan kunjungan kerja Menteri ke Nunukan saat itu.
“Menjadikan batok kelapa sebagai pelampung, sudah terbukti lebih ramah lingkungan. Masyarakat di Wakatobi sudah menerapkannya,” kata Trenggono
Menteri berharap, di Nunukan juga akan menerapkannya mengingat masa penggunaan batok kelapa lebih panjang. Bisa mencapai satu tahun. Kerusakannya pun terjadi di dalam air dan itu lebih bagus.
Meninggalkan botol plastik bekas sebagai pelampung bentangan rumput laut, lanjut Trenggono, juga menjadi antisipasi terjadi pencemaran terhadap laut. Karena diketahui, dengan masa penggunaannya yang lebih singkat, menjadikan botol plastik tersebut sebagai momok sampah yang mengotori bibir-bibir pantai, memiliki dampak sangat buruk terhadap residu lingkungan.
Selebihnya, karena penguraian sampah plastik membutuhkan waktu antara 450 sampai 1000 tahun, dia akan menjadi limbah yang sangat berbahaya, sumber bencana lingkungan terbesar.
Berdasar pendataan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, pembudidaya rumput laut di daerah ini menghasilkan 25 ton limbah botol plastik dalam sekali siklus panen rumput laut. (DEVY/DIKSIPRO)