
NUNUKAN – Pengurus Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Kabupaten Nunukan, akhirnya menyepakati pungutan biaya Rp 100 ribu per truk untuk masuk ke kawasan peti kemas Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, dikelola langsung oleh APRL.
Kesepakatan itu diperoleh melalui pertemuan anggota APRL dipimpin ketuanya, Kamaruddin, Rabu (24/8/2022) di Resto Hotel Lenfin.
“Kesepakatan kami, pungutan dengan nilai tersebut yang selama ini sudah berlangsung tetap dilanjutkan. Tapi yang menanganinya adalah APRL sendiri,” kata Kamaruddin.
Rapat antara pengurus APRL Nunukan tersebut menyusul terbongkarnya praktik pungutan liar (Pungli) yang terjadi di Pelabuhan Tunon Taka beberapa waktu lalu, dilakukan oleh oknum sebuah institusi yang memungut biaya sebesar Rp 100 ribu untuk truk yang memasuki kawasan pelabuhan.
Sejatinya, biaya resmi per truk yang memasuki kawasan pelabuhan Tunon Taka Sebesar Rp 150 ribu yang harus disetorkan kepada pihak PT. Pelindo. Namun oleh oknum bersangkutan, ongkos tersebut dinaikkan menjadi Rp 250 ribu per truk.
Yang disetor kepada PT. Pelindo sesuai dengan biaya yang sudah ditetapkan, dengan demikian, kelebihan pungutan sebesar Rp 100 ribu masuk ke kantong pribadi pelaku pemungutan.
Sebuah sumber dari media ini menyebutkan, praktik tersebut sudah berlangung cukup lama. Diperkirakan telan berjalan selama 10 tahun. Saat ini rata-rata jumlah truk yang memasuki kawasan pelabuhan Tunon Taka dalam setiap jadwal keberangkatan kapal reguler, mencapai sebanyak 30 truk.
Disinggung bagaimana tindak lanjut menyikapi praktik Pungli yang dilakukan oleh oknum berseragam sebuah institusi di lingkungan pelabuhan tersebut, Kamaruddin mengaku menolak memberikan tanggapannya.
Menurut dia, dalam rapat yang dia pimpin tidak secara spesifik membahas perbuatan oknum pelaku Pungli maupun tindakan yang akan dilakukan.
“Kami hanya membahas bagaimana pemungutan sebesar seratus ribu rupiah itu ditangani langsung oleh APRL yang dananya masuk ke dalam kas organisasi, sudah disetujui oleh pengurus maupun anggota APRL,” kata kamaruddin.
Menurut dia, mereka juga sepakat, pemanfaatannya dana kas yang terkumpul nanti kembali untuk kepentingan organisasi atau yang bersifat sosial lainnya.
“Itu saja yang bisa saya sampaikan. Masalah lainnya, yang sudah pernah terjadi, saya tidak bisa membicarakannya,” tambah Kamaruddin.
Namun dijelaskan, misalkan nanti ada masalah apapun yang dihadapi oleh oknum pelaku terkait praktik Pungli yang telah dia lakukan, hal itu sama sekali tidak terkait dengan kepengurusan APRL.
Organisasi, kata dia, tidak akan memberikan perlindungan ataupun membantu mengatasi masalah yang sedang dihadapi oknum yang melakukan pungutan liar tersebut.
Teknis pemungutan biaya masuk truk ke dalam kawasan pelabuhan, lanjut Kamaruddin lagi juga dilakukan secara terpisah antara biaya resmi sebesar Rp 150 ribu kepada PT. Pelindo dengan pungutan sebesar Rp 100 yang dikelola APRL yang tujuannya menghindari kecurigaan atau adanya permainan dibalik kesepakatan yang mereka peroleh dari hasil pertemuan yang dilakukan. (DEVY/DIKSIPRO)