Pembudidaya Rumput Laut di Nunukan Tidak Peduli Sampah Plastik
Rukhi : “Pemerintah Daerah segera ambil langkah,”

NUNUKAN – Pembudidaya rumput laut di Nunukan ternyata samasekali tidak peduli dengan limbah botol plastik bekas pelampung bentangan rumput laut.
Hal tersebut dinyatakan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Rukhi Syayahdin saat berkunjung ke Nunukan beberapa waktu lalu setelah melihat nyaris di sepanjang bibir pantai Pulau Nunukan berserakan sampah botol plastik.
“Saat melihat itu, saya merasa tidak ada samasekali kepedulian pembudidaya rumput laut di daerah ini terhadap kebersihan lingkungannya,” ucap Rukhi saat itu.
Selain diperlukan kesadaran dari masyarakatnya sendiri, dalam hal ini para pembudidaya rumput laut, menurut Rukhi harus ada langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Daerah melalui instansi terkait serius menyikap hal tersebut.
Rukhi mengaku begitu khawatir, jika ketidak pedulian tersebut terus berlanjut, pada akhirnya berdampak pada ekosistem laut di Nunukan. Dampaknya juga berujung pada kualitas rumput laut yang dihasilkan dari Nunukan.
“Kita, khususnya Nunukan sebagai daerah produsen besar rumput laut harus berpikir bagaimana agar kualitas rumput laut tetap terjaga. Salah satunya dengan memelihara ekosistemnya. Jangan sampai baru menyadarinya ketika sudah terlambat,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Pedagang Rumput Laut Nunukan, Kamaruddin membenarkan terkait persoalan limbah sampah botol plastik bekas usaha budidaya rumput laut tersebut.
Menurut Kamaruddin, secara berkala dalam waktu yang tidak terlalu lama, pembudidaya rumput laut di Nunukan menggantikan botol plastik bekas yang sudah tidak bisa digunakan dengan botol plastik bekas yang baru.
Bahkan, menurutnya, karena kebutuhanyang begitu tinggi, setiap bulan ratusan ribu botol plastik masuk ke Nunukan baik dari Tawau maupun dalam negeri yang diangkut menggunakan kapal milik PT. Pelni.
Kamaruddin justru berdalih bertebarannya sampah botol plastik itu karena tidak adanya tempat atau bak sampah yang tersedia untuk menampung limbah botol plastik tersebut.
“Contohnya di kawasan Mamolo. Tidak ada bak sampah. Adapun pabrik sampah plastik di sini tapi lokasinya jauh. Orang berpikir mau membawanya ke pabrik. Sampai di pabrik dipilih lagi. Harganya pun sangat murah. Itu sebabnya mereka lebih memilih dibuang ke laut saja. Akhirnya menumpuk di pantai,” jelas Kamaruddin.
Selain harus tersedia bak sampah di sekitar kawasan budidaya rumput laut, masih menurut Ketua Asosiasi Pedagang Rumput Laut Nunukan ini, harus pula dibarengi dengan keberadaan transportasi angkutan sampah itu.
Mengenai biaya untuk membuat bak sampah tersebut, lanjutnya, bisa dibicarakan dan disepakati dengan petani rumput laut oleh dinas terkait.
“Bahkan mungkin masalah biaya angkutannya juga bisa diperoleh dari urunan masing-masing pengguna bak sampah tersebut,” katanya. (DEVY/DIKSIPRO)