NunukanSeni & Hiburan
Trending

Melihat Tradisi Tolak Bala Masyarakat Tidung

NUNUKAN – Masyarakat etnis Tidung merupakan salah satu rumpun bangsa Melayu yang masih kuat memegang tradisi tolak bala. Sebuah tradisi yang berisi ritual memanjatkan doa kepada sang pencipta, agar terhindar dari segala macam malapetaka.

Terkait itu, Jum’at 17 September 2021, bertepatan 10 Safar 1443 Hijriah, masyarakat suku Tidung di Desa Binusan, Nunukan, Kalimantan Utara juga menggelar tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun tersebut.

Sekitar Pk. 06.00 Wita, digelar alas lebar pada sebuah tanah lapang dalam kawasan pemukiman penduduk. Dari berbagai penjuru desa, tampak warga berdatangan baik secara berkelompok maupun perorangan menuju lokasi acara dengan membawa  berbagai jenis makanan dan minuman.

Sejumlah tokoh masyarakat dan pemangku adat juga terlihat hadir. Tidak ada perbedaan, antara pria, wanita, orang dewasa maupun anak-anak, membaur bersama duduk bersila diatas hamparan alas yang telah digelar tadi.

Juhari, salah seorang tokoh masyarakat setempat menjelaskan, makanan yang dibawa warga itu dikumpul jadi satu dan nanti akan dibagikan kembali untuk dimakan bersama.

Ritual yang sederhana ini dimulai dengan pembacaan Umul Kitab Al Fatihah oleh seorang tokoh masyarakat yang dituakan. Selanjutnya pembacaan do’a memohon keselamatan dan ditutup dengan do’a tolak bala. Seluruh prosesi ini diikuti warga yang hadir secara khitmad.

Usai do’a tolak bala dibacakan, warga ramai-ramai berusaha mendapatkan makanan aneka jajanan yang telah dikumpul jadi satu tadi. Uniknya, kendati dilakukan secara berdesak-desakan untuk mendapatkannya, makanan yang sudah didapatkan tadi malah disantap secara bersama-sama lagi.

Do’a keselamatan dan tolak bala yang dimohonkan dipimpin tokoh warga setempat. (Foto : PND/DIKSIPRO)

Tokoh warga setempat lainnya, Abd Kahar (64) menyebutkan dari seluruh jajanan yang ada, maka makanan ketupat merupakan yang paling ‘diperebutkan’ warga.

“Khusunya warga Tidung menilai ketupat yang disajikan dalam kegiatan ini memiliki nilai sakral yang kuat dan menjadi menu wajib untuk dimakan bertepatan acara ini. Sedangkan jajanan lainnya hanya sebagai pelengkap,” terang Abd. Kahar.

Catatan tersendiri bagi diksipro.com yang meliput langsung ritual do’a tolak bala ini diselenggarakan. Warga yang datang ternyata bukan mereka yang hanya dari etnis Tidung saja. Tidak sedikit warga setempat dari etnis lain juga hadir mengikutinya.

Untuk hal yang satu ini, selaku tokoh masyarakat Tidung, Abd Kahar mengaku bersyukur karena hal tersebut menjadi bukti rukun dan tingginya rasa persatuan sesama masyarakat di Desa Binusan kendati berbeda etnis.

Menutup prosesi kegiatan tolak bala ini, sejumlah ibu-ibu terlihat beramai-ramai membawa nampan atau tampi menuju tepi sungai. Selain berisi beberapa lembar daun keladi, segenggam beras dan abu dapur, pada nampan atau tampi yang dibawa itu juga terlihat sisa-sisa janur atau daun muda pohon kelapa sisa warga membuat ketupat.

Seluruh isi nampan lalu dibuang ke sungai. Prosesi ini oleh masyarakat Tidung disebut dengan Mabol Debala atau lebih kurang dapat diartikan menjauhkan musibah.

Dijelaskan, rangakaian tradisi do’a tolak bala yang mereka selenggarakan ini masih akan dilanjutkan dengan acara yang dikenal dengan istilah Mandi Safar. Tradisi yang akan diselenggarakan pada Rabu terakhir dalam bulan Safar ini dipastikan akan lebih ramai dikunjungi masyarakat.

“Bukan hanya mereka yang berasal dari etnis Tidung. Berdasar pengalaman, banyak masyarakat lain yang datang berkunjung untuk menyaksikannya,” tegas Abd. Kahar. (PND/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button