Kaltara

Anggaran Pekerjaan Rp 7,1 M, Dikorupsi Rp 3,6 M

Pembangunan Septic Tank Terjadi Perubahan Mekanisme Pekerjaan

NUNUKAN – Terjadi pelanggaran pada kasus pembangunan septic tank program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPRPKP), berawal dari berubahnya mekanisme pelaksanaan sejak awal kegiatan tersebut dikerjakan.

Pekerjaan dengan total nilai anggaran Rp. 7,1 Miliar yang seharusnya dilaksanakan secara swakelola tersebut, menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Nunukan Ricky Rangkuti, justru dilaksanakan secara kontraktual.

“Mestinya pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara swakelola melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Mulai dari membelanjakan uangnya hingga melaksanakan pekerjaannya,” ucap Ricky

Selain itu, lanjutnya, KSM yang seharusnya melaksanakan pekerjaan tersebut didampingi oleh Fasilitas Lapangan (PFL). Namun faktanya PFL samasekali tidak dilibatkan. Tugas PFL malah diambil alih sendiri oleh oknum yang terlibat langsung pada pekerjaan tersebut.

Ditambah lagi, pada kegiatan swakelola yang mestinya tidak ada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) namun pekerjaannya ada menempatkan pejabat dimaksud.

Menegaskan pelanggaran yang dilakukan pada pekerjaan pembangunan septic tank program Sanimas ini, masih seperti dikatakan Ricky, selain soal mekanisme pelaksanan pekerjaan juga pada kenaikan harga-harga material yang digunakan sangat signifikan.

Penyidik pada kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp. 3,6 Miliar ini memastikan tidak mempersoalkan jumlah unit septic tank yang terpasang. Yang jadi masalah adalah mekanisme pelaksanaan pekerjaannya hingga Mark up harga barang yang sangat tinggi.

Disebutkan, harga pabrikan unit septic tank komunal yang hanya Rp. 29.500.000 menjadi sebesar Rp. 40 jutaan. Begitu juga dengan harga setiap unit septic tank individual yang berkisar hanya Rp. 7 jutaan dilakukan Mark up hingga menjadi Rp. 9 jutaan.

Guna mendapatkan data kerugian negara yang ditimbulkan dari pelaksanaan pekerjaan tersebut, Ricky mastikan pihaknya melakukan penyelidikan dengan berkoordinasi dan konsultasi pada tim BPK.

“Dari penyelidikan maupun penyidikan yang sudah kamu lakukan, akhirnya ditemukan adanya kerugian negara pada kegiatan tersebut,” tegasnya.

Taksiran kerugian negara mencapai Rp 3,6 Milyar tersebut diduga kuat berasal dari keuntungan ataupun selisih nilai oleh para suplayer dan distributor barang.

“Dengan mendapatkan pembanding harga barang di tahun 2020 saja, harganya masih jauh dibawah harga material pada pekerjaan tersebut. Apalagi jika membelinya dengan jumlah yang sangat banyak, tentu harganya lebih rendah lagi,” imbuh Ricky. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button