Nunukan

LSM Panjiku Tuding Data BPS Nunukan Tidak Valid

NUNUKAN – Ketua LSM Panjiku Nunukan, Mansyur Rincing mengatakan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nunukan tentang pendidikan tidak valid. Akibatnya tentu saja akan sangat merugikan pemerintahan di daerah ini.

Selain secara signifikan memengaruhi Indikator Pembangunan Manusia (IPM) dan indikator kemiskinan di Kabupaten Nunukan, kekeliruan data tersebut juga memberi dampak negatif terhadap kepercayaan Pemerintah Pusat maupun masyarakat terhadap Pemerintah Daerah.

Hal itu ditegaskan Mansyur saat Kepala BPS Nunukan, Agung Nugroho, S, ST., memaparkan hasil Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di Kantor Bupati Nunukan, Kamis (24/3/2022) lalu.

Dalam pemaparannya saat itu, Agung Nugroho mengatakan tentang terbatasnya sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Lumbis Hulu dan Lumbis Pansiangan.

Data BPS menyebutkan, di Kecamatan Lumbis Pansiangan hanya terdapat satu Sekolah Dasar (SD) tanpa ada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan di Kecamatan Lumbis Hulu sama sekali tidak ada sarana pendidikan. Baik SD maupun SMP.

Data tersebut segera saja mendapat bantahan langsung oleh Mansyur Rincing. Menurutnya, selain berdasarkan data 3 SK Bupati tentang keberadaan 3 SD dan 2 SMP, hasil investigasi LSM Panjiku membuktikan pada kedua kecamatan tersebut sudah tersedia sarana pendidikan, baik tingkat SD maupun tingkat SMP.

“Kami (LSM Panjiku) minta agar Ombudsman Republik Indonesia yang berkedudukan di Kota Tarakan melakukan investigasi terhadap motif data yang keliru tersebut. Sekaligus memberikan teguran keras kepada BPS Kabupaten Nunukan,” tegasnya.

Ketidakcermatan BPS membaca data dari Dinas Pendidikan, lanjutnya, terutama perubahan nama sekolah sebelum dan sesudah pemekaran kecamatan menjadi penyebab terjadinya perbedaan data yang cukup signifikan.

Akibat data yang tidak valid tersebut, mengesankan Kabupaten Nunukan tidak cukup serius memerhatikan sektor pendidikan di daerah pedalaman dan perbatasan. Mengingat kedua jenjang pendidikan itu menjadi kewenangan otonom kabupaten/kota. Muaranya, akan menurunnya kepercayaan Pemerintah Pusat kepada Kabupaten Nunukan.

Karenanya, LSM Panjiku menuntut BPS Kabupaten Nunukan melakukan sinkronisasi dan pembaruan terhadap data yang dihasilkan dan diumumkan secara terbuka kepada masyarakat melalui media massa.

Selain itu, masih menurut Mansyur Rincing, BPS Kabupaten Nunukan juga perlu menyosialisasikan cara dan metodologi pengumpulan data mereka kepada masyarakat.

Apakah pendataan dilakukan secara formal yang dibuktikan dengan persuratan secara resmi dan dijawab juga secara resmi dari instansi sumber. Lalu, apakah data yang dihasilkan sudah dikonfirmasi kepada sumber data sebelum diumumkan kepada publik.

Terpisah, dalam menanggapi bantahan LSM Panjiku tersebut, Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Nunukan Agung Nugroho, S. ST., memastikan data yang dihasilkan BPS sudah berdasar pada data sektoral.

“Jika data BPS tidak Valid, berarti berasal dari data sektoralnya yang tidak valid. Selain pendataan di lapangan, data yang diolah oleh BPS juga berasal dari data sektoral,” ucapnya.

Data sektoral yang diperoleh dari OPD terkait, dijelaskan Agung merupakan data sekunder. Dalam metode pengambilan data, dilakukan dengan menyurati secara resmi kepada masing-masing OPD bersangkutan.

“Metode lainnya dalam pengumpulan data primer dilakukan melalui metode Survei dan Sensus,” terangnya.

Tentang data jumlah sekolah yang berbeda pada dua kecamatan, seperti disebutkan LSM Panjiku, pihak BPS Nunukan sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) yang mengakui data mereka belum update dari Dapodik.

“Paparan yang kami sampaikan, bertujuan untuk menunjukan Nunukan dalam angka dan perbaikan. Atau strategi yang dapat dilakukan agar meningkatkan angka. Mengingat IPM Nunukan merupakan yang terendah se-Kaltara,” ungkap Agung. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button