Umum

Selain Banjir, Nunukan Potensi Bencana Longsor dan Karhutla

NUNUKAN – Tanah longsor dan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) merupakan dua bencana alam yang paling potensi terjadi di Pulau Nunukan, selain banjir.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan, Arief Budiman, didampingi Kasubid Rehabilitasi dan Rekontruksi, Mulyadi menyebutkan peluang terjadi tanah longsor terbanyak di wilayah Kecamatan Nunukan.

Setidaknya, kata Mulyadi terdapat 7 titik rawan tanah longsor di Pulau Nunukan. Lima diantaranya terdapat di wilayah Kecamatan Nunukan meliputi 3 titik di Kawasan Sei Fatimah serta 1 titik lainnya di Jl. SMK.

Sedangkan 2 titik lainnya berada di wilayah Kecamatan Nunukan Selatan, terdapat di Kawasan Kampung Baru dan Jl. Lumba-Lumba. Bahkan untuk yang disebutkan terkahir, tidak hanya tanah longsor juga dibarengi dengan bencana banjir.

Menjelaskan ciri-ciri potensi terjadi bencana longsor tersebut, menurut  Mulyadi karena pada sejumlah titik yang disebutkannya tadi terdapat retakan-retakan pada bagian lereng tanah.

“Juga karena struktur badan jalan bergelombang akibat tanah bergeser. Pada beberapa titik telah terjadi longsor kecil di bagian lereng,” kata Mulyadi.

Karenanya, disarankan masyarakat tidak mendirikan bangunan rumah pada sejumlah titik yang disebutkan memiliki potensi terjadi tanah longsor tersebut.

Sedangkan bencana Karhutla, masih seperti dikatakan Kasubid Rehabilitasi dan Rekontruksi pada BPBD Kabupaten Nunukan ini, paling berpotensi terjadi di wilayah Kecamatan Nunukan Selatan.

Setidaknya ada 5 titik potensi Karhutla di wilayah ini terdapat di daerah Sei. Lancang, Kawasan Penamas sekitar Lembaga Pemasyarakata (Lapas), Sei. Jepun, Kawasan Ujang Dewa serta di Jl. Antasari, tidak jauh dari Gedung Olahraga (GOR) Dwikora, Sei. Sembilan.

Sementara itu, peluang terjadi bencana Karhutla di wilayah Kecamatan Nunukan ada di Kawasan Persemaian dan daerah Tanjung Cantik.

“Umumnya Karhutla terjadi akibat pembukaan lahan yang dilakukan baik oleh masyarakat perorangan atau kelompok atau badan usaha perkebunan dengan cara membakar,” terang Mulyadi.

Sosialisasi anjuran membuka lahan tidak dengan cara membakar, lanjut dia, kerap dilakukan BPBD. Dampaknya cukup signifikan. Tindakan dimaksud sudah semakin menunjukkan angka penurunan kasusnya.

“Jika masih ada, itu dilakukan oleh beberapa oknum petani tradisional. Padahal sosialisasi yang kami lakukan bahkan sudah di tingkat RT,” terang Mulyadi. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button