
NUNUKAN – Pengadilan Negeri Samarida, Kalimantan Timur mulai menggelar sidang pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Desa (Kades) Binanun, Kecamatan Sembakung Atulai Kabupaten Nunukan, Mikael Main A (47).
Sidang dengan Majelis Hakim yang dipimpin Muhammad Nur Ibrahim dengan dua anggotanya, H. Ukar Priyambodo dan Suprapto, Senin (30/8) diawali dengan pembacaan dakwaan dugaan korupsi Dana Desa (DD) yang dilakukan Mikael.
Siti Norjanah Mazlan, salah seorang anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan dalam surat dakwaannya menyebutkan tersangka merupakan Kepala Desa Binanun yang aktif sejak tahun 2015 hingga tahun 2021.
Terdakwa disebut telah melakukan penyimpangan penggunaan APBDes Desa Binanun, terhitung sejak tahun 2016 hingga 2017 dengan jumlah mencapai Rp. 423.550.000.
“Penyimpangan yang merugikan negara tersebut dilakukan terdakwa dengan cara bekerja sendiri, tanpa melibatkan perangkat desa lainnya, Sekretaris Desa maupun Bendahara Desa,” terang Norjanah.
Dakwaan atas penyimpangan penggunaan APDes Desa Binanun yang dilakukan Mikael, sesuaian dengan laporan hasil pemeriksaan khusus kantor Inspektorat Nunukan yang dianggap telah menyalahi ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan.
JPU merincikan, Desa Binanun pada tahun 2017 menerima APBDes sebesar Rp. 936.911.000 yang diperuntukan sebagai pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp. 182.994.000 dan Dana Desa (DD) sebesar Rp. 753.917.000.
Peruntukan ADD Rp. 182.994.000 bagi kegiatan belanja pegawai sebesar Rp. 165.300.000, operasional Pemerintahan Desa sebesar Rp.11.704.712 dan kegiatan pemberian tunjangan Bendahara Desa sebesar Rp. 6.000.000.
“Sedangkan penerimaan DD sebesar Rp. 753.917.000 untuk kegiatan fisik maupun non fisik pada 9 item kegiatan,” lanjut Norjanah.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa ditemukan pada pengelolaan DD untuk kegiatan pembukaan jalan usaha tani sepanjang 1,5 kilometer dan lebar 5 dengan anggaran sebesar Rp. 423.150.000.
Namun perhitungan Kantor Inspektorat Nunukan melalui pemeriksaan fisik, biaya pekerjaan kegiatan ini hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp. 167.660.787. Terdapat selisih nilai sebesar Rp. 255.489.212 ditambah selisih pembayaran Rp. 17.660.787.
“Total Dana Desa dari pekerjaan pembukaan jalan usaha tani yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh terdakwa tersebut sebesar Rp. 273.150.000,” tegas Norjanah.
JPU juga menyebutkan, pencairan DD maupun ADD Desa Binanun dilakukan terdakwa dengan meminta bantuan Sekretaris Desa Pagar, Kecamatan Sembakung Atulai.
Penyimpangan anggaran yang dilakukan terdakwa juga ditemukan pada ADD untuk pembayaran penghasilan tetap dan tunjangan aparat desa yang sesuai laporan pertanggung jawaban di APBDes Binanun sebesar Rp 165.300.000.
Terhadap penggunaan anggaran ini, terdapat selisih sebesar 150.400.000,. Hal itu diperoleh dari bukti pembayaran yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan oleh terdakwa hanya senilai Rp. 14.900.000
Pembayaran penghasilan dan tunjangan itu tidak dilengkapi dengan surat keputusan Kades yang mengatur besaran belanja yang seharusnya diterima oleh perangkat desa.
Atas perbuatannya, terdakwa diancam pidana Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.(BIAZ/DIKSIPRO)