NunukanParlementaria

Anggota DPRD Nunukan Marah Hingga Gebrak Meja

Lantaran PT. KHL Minim Rekrut Penduduk Lokal Bekerja

NUNUKAN – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Ambalat I Kantor DPRD Nunukan, Senin (26/5/2025) lalu, mempertemukan Serikat Pekerja Nasional (SPN) dengan pihak salah satu perusahaan perkebunan Kelapa Sawit yang beroperasi di daerah ini, yakni PT. Karangjuang Hijau Lestari (PT. KHL), sempat menimbulkan kemarahan besar salah seorang anggota DPRD Nunukan, Donal.

Tidak hanya tekanan nada suara yang meninggi, ekspresi kemarahan wakil rakyat asal Daerah Pemilihan (Dapil) IV tersebut juga dilampiaskan dengan aksi gebrak meja di ruang RDP dilaksanakan. Kemarahan Donal memuncak setelah mengetahui bahwa jumlah warga lokal yang terkomodir diterima bekerja pada PT. KHL ternyata masih sangat sedikit. Jauh dari ketentuan aturan yang berlaku.

Di tengah kegiatan sedang berlangsung saat itu, terkonfirmasi bahwa lebih kurang 3.800 orang karyawan PT. KHL saat ini, prosentase jumlah tenaga kerja warga lokal yang terakomodir hanya sekitar 10 % diantaranya. Donal memastikan hal itu merupakan kesalahan besar dilakukan pihak perusahaan. Mengingat adanya aturan yang semestinya jadi acuan, yakni Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nunukan Nomor 3 Tahun 2023 mewajibkan perusahaan yang berinvestasi di daerah ini merekrut minimal tenaga lokal sebesar 80 % dari jumlah seluruh tenaga kerja yang dipekerjakan.

Tapi fakta di lapangan, menurut politisi muda kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, kebanyakan perusahaan yang beroperasi di Nunukan, baru mengkomodir tenaga kerja lokal pada kisaran angka 30 % dari jumlah seluruh karyawan  yang dimiliki. Bahkan terungkap apa yang dilakukan PT KHL, hanya 10 % warga lokal dari jumlah seluruh karyawan yang diterima bekerja di perusahaan tersebut.

“Di sini kalian (perusahaan) saya beri tahu ya. Apa dampak dari tindakan diskriminasi tersebut. Hampir setiap waktu saya mendapat laporan, banyak warga kami, penduduk setempat yang terpaksa berurusan dengan aparat hukum lantaran melakukan pencurian buah sawit di perkebunan milik perusahaan. Itu karena mereka tidak punya pekerjaan. ‘Cam-kan itu di otak kalian,” tegas Donal, masih dengan nada tinggi menahan geram.

Selain soal diskriminasi terhadap warga lokal, kebijakan perusahaan memberhentikan ibu hamil dari pekerjaan dengan alasan kesehatan, khawatir janin yang dikandung terpapar zat kimia yang terdapat dalam pestisida, menurut Donal merupakan alasan yang dicari-cari untuk memberhentikan orang bekerja.

Donal mempertanyakan sejauh apa pengetahuan pihak perusahaan terhadap UU No. 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang mengatur jaminan kehamilan dan melahirkan. Bahwa ibu hamil memiliki hak khusus sesuai peraturan di Indonesia. Hak memdapatkan cuti dengan masing-masing kriterianya.

“Jangan-jangan pejabat terkait di perusahaan tidak pernah melihat apalagi membaca UU dan PP yang saya  sebutkan itu. Selain dilarang melakukan PHK terhadap ibu hamil dengan alasan kehamilan atau melahirkan, pihak perusahaan bahkan memiliki kewajiban menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerjanya, termasuk ibu hamil. Bukan malah memberberhentiknnya,” tegas Donal. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button